INSA siap sediakan kapal offshore



JAKARTA. Perusahaan pelayaran nasional berkomitmen secepatnya memenuhi kebutuhan kapal penunjang lepas pantai (offshore). Langkah ini untuk memenuhi asas cabotage atau penggunaan kapal berbendera Indonesia pada Mei 2011.

Ketua Umum Indonesian National Shipowners Assosiation (INSA) Johnson W. Sutjipto mengatakan, saat ini hanya kapal-kapal lepas pantai kelompok C yang belum bisa dipenuhi oleh perusahaan pelayaran dalam negeri.

Kapal jenis C itu di antaranya adalah Jack up Rig, Seismic 3D, Drill Ship, MODU dan Construction Ship. "Tapi, kami yakin dan berkomitmen untuk memenuhi kapal jenis itu sesegera mungkin," kata Johnson, akhir pekan lalu.


Johnson mengakui, pengadaan kapal penunjang kegiatan ekplorasi dan ekploitasi minyak dan gas (migas) ini menjadi tantangan terbesar INSA dalam pelaksanaan asas cabotage. Selain mahal, pengadaan kapal jenis itu juga memerlukan teknologi, pengetahuan dan keahlian tinggi.

Berbeda dengan offshore, penerapan asas cabotage untuk sektor lain relatif tidak ada masalah. Hingga 1 Januari 2010, misalnya, para pelaku industri pelayaran nasional berhasil melaksanakan azas cabotage dengan menyediakan armada nasional untuk pengangkutan 13 komoditas. Komoditas yang dimaksud adalah migas, kargo umum, batubara, kayu, beras, crude palm oil (CPO), pupuk, semen, bahan galian, biji-bijian, muatan cair dan bahan kimia.

Berdasarkan data Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas), jumlah kapal offshore di Indonesia mencapai 531 unit. Hingga akhir 2009, kapal berbendera Indonesia 468 unit, sedangkan asing 63 unit. Dari 63 kapal asing itu, 47 kapal memiliki kontrak hingga 1 Januari 2011. Sedangkan sisanya melampaui 1 Januari 2011.

Belum siap

Menteri Perhubungan, Freddy Numberi mendukung sepenuhnya upaya INSA menyediakan kapal tipe C. Namun, ia meminta INSA lebih transparan soal kesiapannya. "Saya rasa, sampai Mei 2011, INSA belum bisa memenuhinya," ucapnya.

Bukan hanya tipe C, menurut Freddy, beberapa jenis kapal tipe B juga belum bisa dipenuhi oleh INSA. Freddy mengatakan, pengadaan kapal tipe C tidak mudah karena butuh investasi yang besar. Harga kapal jenis ini mencapai Rp 4 triliun-Rp 5 triliun.

Selain mahal, penggunaan kapal jenis ini juga relatif singkat. Umumnya, kapal ini hanya efektif digunakan setahun. Setelah itu dianggurkan satu atau dua tahun. Wajar, banyak perusahaan berhati-hati berinvestasi di bisnis ini.

Untuk itu, menurut Freddy, penerapan azas cabotage harus tetap mendukung industri migas. "Jangan sampai produksi migas terhenti karena tidak ada kapal offshore bendera Indonesia," katanya.

Untuk mengantisipasi masalah itu, Kementerian Perhubungan (Kemhub) tengah menyiapkan amandemen terhadap Undang-undang Pelayaran. Dalam amandemen ini, Kemhub berniat mengecualikan kapal offshore dari ketentuan asas cabotage.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa