Insentif bagi pelaku usaha pelapor praktik kartel



JAKARTA. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan memberi insentif atau meringankan hukuman bagi pelaku usaha yang mengungkapkan kasus tindakan antipersaingan usaha seperti kartel melalui revisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan pihaknya berupaya menawarkan Program Pengampunan "Leniency Program" kepada pelaku usaha yang bersedia melapor, mengungkap dan mengakui persengkokolan atau tindakan kartel yang melibatkan perusahaan atau mitranya.

"Yang melaporkan ini akan diberikan pengampunan dengan tidak dikenai sanksi. Saya kira ini akan memberikan insentif bagi orang-orang yang melakukan kartel untuk mengakui tindakannya ke KPPU daripada didenda," kata Syarkawi dalam konferensi pers di Gedung KPPU Jakarta, Selasa (6/7).

Syarkawi mengatakan dalam amandemen UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, DPR tidak memberikan kewenangan bagi KPPU dalam menggeledah atau menyita barang bukti atas dugaan perkara kartel.

Namun demikian, KPPU membuat Program Pengampunan tersebut kepada pelaku usaha yang berperan menjadi peniup peluit atau "whistle blower" dalam membongkar kasus kartel.

Program ini akan memberi perlindungan bagi "whistle blower" dan membebaskannya dari sanksi denda, yakni sebesar 30 persen dari omzet penjualan pelaku usaha.

Denda persaingan maksimum 30 persen dari penjualan ini juga merupakan salah satu substansi yang diajukan KPPU dalam revisi UU Nomor 5 Tahun 1999 yang dinilai akan memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang melakukan tindakan anti persaingan.

Menurut Syarkawi, praktik program pengampunan ini akan berjalan efektif jika aturan sanksi denda 30 persen telah disetujui DPR.

Ia menjelaskan sanksi denda ini akan diberlakukan bervariasi, tergantung pada pelaku usaha yang pertama kali membongkar praktek kartel yang melibatkannya.

"Daripada didenda lebih baik mengaku. Kalau mengaku, akan bebas dari hukuman denda 100 %, yang mengakui kedua 75 % dari denda yang dia bayar, yang ketiga 50 %, keempat 25 persen. Yang tidak mau mengakui didenda 100 %," kata dia.

Ada pun saat ini revisi UU 5/1999 dalam tahap pembahasan sebelum disetujui pada Rapat Paripurna DPR.

Kementerian Perdagangan ditunjuk menjadi lembaga pimpinan dalam pembahasan revisi UU 5/1999 yang didukung dengan kementerian lainnya, seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian dan Kepala Staf Kepresidenan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto