Insentif gas US$ 6 MMBTU belum terserap 100%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaksanaan gas seharga US$ 6 MMBTU untuk tujuh sektor industri sudah berjalan setahun. Dari hasil evaluasi, sejumlah sektor industri telah mendapatkan manfaat berupa naiknya utilisasi pabrik, harga jual kompetitif, hingga makin percaya diri untuk investasi. Kendati demikian, penyerapan gas murah ini baru terealisasi 79% per-April 2021. 

Fridy Juwono Direktur Industri Kimia Hulu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memaparkan kinerja penyerapan gas bumi dikeluhkan sejumlah pihak dari sektor energi karena penyerapan yang masih rendah. 

"Alokasi gas seharga US$ 6/MMBTU sesuai dengan Kepmen 89 K adalah sebesar 1.1199,81 BBTUD minimal bisa diserap jika dalam kondisi normal. Tapi diketahui bersama, kondisi 2020 bisa dikatakan tidak normal karena adanya pandemi," jelasnya dalam IGS Webinar Series 6, Kamis (24/6). 


Lebih lanjut, Fridy memaparkan, pada 2020 penyerapan gas murah ke 7 sektor industri sudah sebesar 928,17 BBTUD atau 77,36% dari alokasi. Menurutnya, realisasi penyerapan sudah cukup baik mengingat kondisi saat ini yang masih banyak aral melintang. "Pada April 2021, penyerapan gas naik menjadi 79,63% atau sebesar 954,76 BBTUD artinya realisasi ke depannya akan terus meningkat," kata Fridy. 

Baca Juga: Menteri ESDM tegaskan komitmen hilirisasi minerba

Kurang maksimalnya realisasi penyerapan gas bumi disebabkan sejumlah kendala yang terjadi di lapangan. Pertama, pada Maret dan April 2021 terjadi penurunan pasokan gas bumi di wilayah Jawa Timur sehingga pemakaian dibatasi menjadi 66% pada Maret 2021, dan 28% pada April 2021. 

Kedua, tidak beroperasinya sejumlah pabrik karena beberapa faktor seperti kekurangan pasokan gas, sedang dalam perbaikan mesin, hingga ada yang pailit. PT Pupuk Iskandar Muda (PT PIM) misalnya, harus menghentikan operasikan salah satu pabriknya  karena pasokan gas yang tidak handal pada 2021. Lalu ada tiga industri baja yang sudah terlanjut pailit karena pandemi, serta satu industri petrokimia tidak beroperasi. Ada juga satu industri petrokimia sedang dalam tahap perbaikan mesin. 

Ketiga, beberapa industri menyatakan tidak menggunakan gas bumi kembali seperti PT Intan Havea karena sudah berinvestasi pada pemanfaatan EBT. 

Adanya persoalan pasokan gas yang tidak handal di sejumlah wilayah ini membuat Kemenperin mengajukan penambahan volume gas murah kepada 102 perusahaan yang masuk dalam 7 sektor industri (sesuai Perpres 40 tahun 2016) dengan maksimum alokasi 136 BBTUD. Fridy mengatakan penambahan volume gas ini setara dengan 12% volume Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang telah diberikan. 

Di luar 7 sektor industri tersebut, Kemenperin mengajukan 13 sektor industri lainnya mendapatkan harga gas murah. Diharapkan bisa difasilitasi dengan Perpres 121 tahun 2020 Pasal 4 ayat (2) yaitu perubahan bidang industri yang dapat diberikan HGBT. Adapun volume HGBT yang diminta sebesar 169 BBTUD atau sekitar 15% dari HGBT yang telah diberikan. 

Jika ditotal, jumlah permohonan penambahan volume HGBT yang diajukan Kemenperin sebesar 306 BBTUD atau sekitar 25% dari volume HGBT yang telah diberikan. 

Secara umum, Fridy memaparkan implementasi kebijakan HGBT telah memberikan dampak positif bagi industri, yaitu meningkatnya utilisasi industri penerima harga gas bumi tertentu. Kemudian mempercepat pemulihan dari dampak pandemi Covid-19. Industri juga dapat mempertahankan tenaga kerja. 

Tak hanya itu, adanya implementasi gas US$ 6 MMBTU, industri merasa percaya diri melakukan investasi. Sampai dengan saat ini, diperkirakan total nilai investasi yang akan masuk mencapai Rp 192 triliun hanya dari 176 industri saja. "Berdasarkan catatan kami, investor di luar 7 sektor tersebut masih wait and see untuk investasi karena  menunggu dapat HGBT," pungkasnya. 

Selanjutnya: Sebanyak 13 sektor industri juga minta harga gas murah ke pemerintah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .