Insentif Motor Listrik Belum Menyengat Saham Emiten Terkait, Ini Kata Para Analis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menebar stimulus untuk memuluskan pengembangan ekosistem kendaraan listrik. Salah satunya dengan menggelontorkan insentif sebesar Rp 7 juta per unit untuk konversi motor Bahan Bakar Minyak (BBM) ke motor listrik.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mematangkan skema untuk pemberian insentif tersebut. Untuk tahun ini pemerintah menargetkan konversi motor BBM ke motor listrik menyasar 50.000 unit.

Kebijakan ini tampak belum menjadi angin segar bagi prospek bisnis dan pergerakan saham emiten terkait, seperti perusahaan komponen otomotif. Contohnya PT Garuda Metalindo Tbk (BOLT) yang sejauh ini belum melihat konversi motor BBM ke motor listrik sebagai katalis yang signifikan mendongkrak kinerja usahanya.


Corporate Secretary Garuda Metalindo Anthony Wijaya mengungkapkan, penyedia jasa konversi motor listrik yang sekarang ada di Indonesia masih berupa bengkel konversi, bukan pabrikan. Sedangkan pelanggan BOLT hampir 100% merupakan pabrikan kendaraan bermotor.

Anthony memandang insentif untuk pembelian baru motor dan mobil listrik akan lebih signifikan menjadi katalis positif untuk pengembangan industri electric vehicle (EV). Apalagi BOLT juga sudah menjadi pemasok beberapa komponen ke sejumlah perusahaan motor listrik di Indonesia.

"Penjualan perseroan ke pabrikan motor listrik tentunya juga akan berkembang seiring pertumbuhan penjualan itu sendiri. Komponen yang diproduksi masih dalam kategori yang sama yaitu fasteners, namun digunakan di kendaraan listrik," terang Anthony kepada Kontan.co.id, Rabu (1/2).

Baca Juga: Garuda Metalindo (BOLT) Kejar Target Penjualan di Sisa Tahun 2022

Chief Financial Officer PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM) Ang Andri Pribadi menambahkan, komitmen pemerintah terhadap pengembangan ekosistem EV dengan pemberian insentif merupakan langkah yang positif. Hanya saja, Ang memperkirakan bisnis komponen EV masih perlu waktu untuk berkembang.

Hal itu mempertimbangkan permintaan untuk komponen EV di pasar Original Equipment of Manufacturer/Supplier (OEM/S) dan pasar replacement masih belum signifikan. "Selain itu, populasi kendaraan listrik masih sangat terbatas, sehingga demand untuk komponen belum signifikan," terang Ang.

Menanti Realisasi

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Abdul Azis Setyo Wibowo menyoroti pelaku pasar turut menunggu kejelasan dari skema insentif dan realisasi kebijakan pemerintah mengembangkan ekosistem EV. Tak hanya dari sisi hulu untuk bahan baku dan hilir terkait produk, tapi juga kesiapan infrastruktur penunjangnya.

Alhasil, pergerakan harga saham emiten terkait kendaraan listrik masih dominan didorong oleh sentimen sesaat, seperti isu investasi atau rencana insentif pemerintah. "Karena pelaku pasar masih cenderung melihat seberapa efektif kebijakan maupun insentif yang diberikan pemerintah," kata Azis.

Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menimpali, untuk saat ini cukup sulit untuk menghitung dampak bisnis EV terhadap kinerja keuangan perusahaan. Mengingat masih pada tahap adaptasi dengan porsi yang belum signifikan.

 
SMSM Chart by TradingView

Valdy memandang insentif pemerintah untuk konversi motor BBM ke motor listrik akan berdampak baik mengakselerasi adaptasi pasar. Apalagi adaptasi motor listrik relatif lebih cepat dan luas dibandingkan dengan mobil listrik.

Selain faktor harga, penggunaan motor listrik juga ramai dilakukan untuk armada ojek online. Menurut Valdy, segmen bisnis kendaraan listrik memiliki potensi besar, apalagi dengan target pemerintah mencapai penjualan 2 juta unit motor listrik hingga tahun 2025.

Seperti diketahui, beberapa emiten serius dalam ekspansi ke bisnis kendaraan listrik. Tengok saja PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) dan PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS), serta PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA).

Equity Research Analyst Pilarmas Investindo Sekuritas Desy Israhyanti mengatakan, dampak penting yang diharapkan dari adanya insentif adalah menstimulasi permintaan (demand). Saat demand naik, di situ menjadi peluang bagi emiten untuk mendongkrak kinerja bisnisnya.

"Investor pun akan merespon katalis tersebut. Namun, respons investor yang cukup besar yaitu pada saat insentif tersebut sudah diresmikan," kata Desy.

Baca Juga: Menko Luhut Sebut Aturan Soal Insentif Kendaraan Listrik Terbit Pekan Depan

Di antara sejumlah emiten yang rajin ekspansi, Desy menjagokan TOBA yang sedang agresif menggelar diversifikasi ke industri EV. Desy memberikan rekomendasi buy saham TOBA dengan target harga Rp 610.

Sementara itu, Valdy melihat emiten di sisi hulu masih menarik dikoleksi. Yakni PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Kedua emiten ini akan turut terpapar angin segar saat ada kabar positif dari pengembangan EV.

Target harga untuk ANTM bisa dipertimbangkan pada level harga Rp 2.500 - Rp 2.570 hingga Rp 2.721. Sedangkan target untuk INCO ada di harga Rp 8.000. Selain itu, Valdy merekomendasikan saham INDY yang berpotensi technical rebound untuk jangka pendek ke kisaran Rp 2.500 - Rp 2.540.

Sementara itu, Azis melihat saham EV menarik untuk trading jangka pendek. Dia merekomendasikan trading buy saham PT Sepeda Bersama Indonesia Tbk (BIKE) dan TOBA.

Target harga BIKE di Rp 220 - Rp 222 dan support di Rp 204 - Rp 2022. Lalu, level harga Rp 615 - Rp 620 sebagai target TOBA serta Rp 585 dan Rp 560 - Rp 570 sebagai area support.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari