Insentif NIM dan BOPO tak laku



JAKARTA. Insetif pelonggaran membuka jaringan kantor cabang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tak menarik bagi perbankan. Nelson Tampubolon, Dewan Komisioner OJK Bidang Perbankan mengatakan, OJK belum menerima laporan dari perbankan yang ingin memanfaatkan iinsentif pembukaan jaringan kantor bagi bank yang efisien.

“Kelihatannya belum jadi pilihan mereka (bank) karena ada kelesuan di sektor riil,” kata Nelson, Senin (14/11).

Pada pertengahan 2016, bagi bank dengan rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dan nett interest margin (NIM) rendah, OJK memberikan kemudahan pembukaan jaringan kantor cabang dengan modal inti yang rendah.


Selain sektor riil lesu, rasio BOPO dan NIM perbankan masih belum efisien. Berdasarkan data OJK, bank mencatat rasio BOPO sebesar 81,31% dan rasio NIM sebesar 5,59% per Agustus 2016. Rasio tersebut naik dibandingkan posisi rasio BOPO sebesar 81,46% dan rasio NIM sebesar 5,32% per Agustus 2015.

Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur Bank OCBC NISP mengatakan, pihaknya masih fokus untuk mengoptimalkan kantor cabang yang sudah ada untuk meningkatkan kinerja perusahaan sehingga belum perlu membuka banyak kantor cabang baru. “Kami juga belum membutuhkan insentif tersebut,” kata Parwati.

Informasi saja, OJK telah membentuk syarat bagi bank yang ingin menikmati insentif kemudahan membuka jaringa kantor dengan modal inti rendah yaitu bagi bank BUKU 3 dan BUKU 4 yang memiliki rasio BOPO lebih rendah dari 75%. Dan bagi bank BUKU 1 dan BUKU 2 yang memiliki rasio BOPO lebih rendah dari 85%.

Kemudian, batasan rasio NIM yang dapat memperoleh insentif adalah bank yang memiliki rasio NIM lebih rendah dari 4,5% yang berlaku bagi semua BUKU. Semakin rendah rasio BOPO dan rasio NIM maka semakin besar insentif penurunan perhitungan alokasi modal inti untuk membuka jaringan kantor yang dapat diperoleh oleh bank tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini