Insentif pajak untuk reksadana dinilai sebagai pemanis untuk investor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan memperluas pemberian insentif pajak. Dalam peraturan pemerintah (PP) baru, kali ini pemberian insentif tersebut juga akan masuk kepada WP dana investasi infrastruktur (DINFRA), dana investasi real estate (DIRE), hingga Kontrak Investasi Kolektif – Efek Beragun Aset (KIK – EBA).

Dilansir dari Kontan.co.id, menurut Direktur Peraturan Perpajakan II Ditjen Pajak Yunirwansyah, tarif pajak tersebut akan dibuat 0% yang berlaku hingga tahun 2020. Setelah tahun itu, akan dikenakan tarif 10%.

Baca Juga: Insentif pajak bisa menghasilkan yield lebih tinggi, investor bersuka cita


Hal tersebut diapresiasi oleh Head of Investment Research PT Infovesta Utama Wawan Hendrayana. Wawan mengatakan hal ini bisa menjadi sweetener bagi para investor yang akan masuk ke DINFRA, DIRE, dan KIK-EBA.

"Ketiga reksadana tersebut ini kan masih relatif baru, jadi penerimaan investor juga belum masif. Langkah pemerintah ini dirasa tepat untuk mengundang para investor untuk masuk ke dalamnya," kata Wawan saat dihubungi kontan.co.id pada Kamis (1/8).

Tidak hanya untuk para investor, langkah pemerintah ini juga menjadi angin segar bagi para emiten yang memang butuh pendanaan. Mereka bisa melirik DINFRA, DIRE, dan KIK-EBA untuk masuk ke dalam perencanaan mereka.

Baca Juga: DINFRA, DIRE, Reksadana akan diberi insentif pajak

"Asumsi mereka pasti yield yang akan diterima akan lebih tinggi dengan adanya insentif pajak ini. Jadi, pasti lebih menarik untuk dipasarkan," tambah Wawan.

Namun, menurut Wawan, pada tahun 2020 bisa ada kemungkinan munculnya usulan lagi. Hal tersebut juga tidak menutup kemungkinan untuk perubahan tarif dari 0% bisa saja naik ke 5%, tetapi tidak akan melebihi 10%. Hal Itu tergantung dari kebijakan pemerintah.

Secara keseluruhan Wawan menilai, secara industri reksadana ini masih relatif kecil bila dibandingkan dengan industri perbankan dan industri obligasi secara keseluruhan. Jadi, pemerintah tidak akan memberikan tarif pajak yang terlalu besar.

Baca Juga: Kinerja Victoria Saham Syariah tersokong sektor konstruksi, infrastruktur, & properti

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi