Insentif Pengendalian Inflasi Dinilai Tak Efektif, Kemenkeu: Akan Dipertimbangkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemberian insentif kepada pemerintah daerah terkait pengendalian inflasi dinilai tidak efektif.  Menanggapi hal itu Kementerian Keuangan akan mempertimbangkan lagi soal pemberian insentif pada pemerintah daerah dalam pengendalian inflasi. 

Direktur Dana Desa, Insentif, Otonomi Khusus, dan Keistimewaan Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Jaka Sucipta mengatakan, alokasi insentif fiskal tidak hanya didasarkan pada satu indikator kinerja, namun nilai akumulasi dari beberapa indicator kinerja yang berasal dari beberapa kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Dalam Negeri.

Hal ini dimaksudkan agar penilaian kinerja lebih bersifat objektif. “Salah satunya untuk insentif fiskal kategori pengendalian inflasi daerah,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (2/9).


Insentif fiskal kategori pengendalian inflasi daerah, peringkat inflasi merupakan salah satu indikator kinerja, yang datanya bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS).  

Baca Juga: Inflasi Masih Rendah, BI Masih Buka Ruang Penurunan Suku Bunga Akhir Tahun Ini

Meski begitu, pengamat kebijakan publik menilai, insentif tidak efektif karena sering dijadikan alat permainan oknum kepala daerah dan BPS untuk mendapatkan penghargaan serta menghindari sanksi.

“Masukan pengamat tersebut tentu akan kami pertimbangkan,” kata Jaka.

Jaka menambahkan terkait dengan daerah yang disinyalir mengakali data untuk mendapatkan insentif fiskal, tentu Kemenkeu akan menunggu konfirmasi lebih lanjut dari mitra penyedia data. Kemudian baru akan memutuskan apakah akan memberikan sanksi kepada daerah tersebut. 

“Kami tunggu konfirmasi dulu baru putuskan untuk mengambil langkah,” jelasnya. 

Adapun pemerintah telah kembali mengucurkan insentif fiskal senilai Rp 300 miliar kepada 50 pemerintah daerah (pemda) yang sukses mengendalikan inflasi pada kuartal I-2024. Insentif tersebut diberikan kepada empat provinsi, 10 kota dan 36 kabupaten dengan alokasi untuk setiap pemda paling tinggi senilai Rp 7,2 miliar dan paling rendah Rp 5,2 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat