Insight Money agresif di obligasi korporasi



KONTAN.CO.ID - Di tengah penurunan suku bunga perbankan, manajer investasi berupaya mengemas produk reksadana pasar uang yang memberikan imbal hasil melebihi deposito. Salah satu yang menawarkan hal ini adalah Insight Investments Management, lewat reksadana pasar uang Insight Money.

Insight memiliki strategi fokus investasi di obligasi korporasi. Presiden Direktur Insight Investments Management Tony Henri Situmorang menjelaskan, portofolio reksadana ini berupa obligasi tenor pendek dengan rating minimal A- untuk emiten non badan usaha milik negara (BUMN) dan rating BBB untuk emiten BUMN. 

Dengan patokan rating tersebut, Insight bisa mengelola dana dan mengincar imbal hasil lebih optimal. "Sehingga akan memberikan indikasi return lebih menarik di tengah tren penurunan suku bunga deposito," jelas Tony pada KONTAN.


Sesuai informasi fund fact sheet per 31 Agustus 2017, mayoritas dana kelolaan reksadana ditempatkan di obligasi bertenor maksimal satu tahun, yakni 92,2%. Sisa dana kelolaan, yakni 3,8%, dimasukkan ke aset setara kas.

Aset dasar Insight Money di antaranya adalah Obligasi Berkelanjutan I Agung Podomoro Land Tahap I Tahun 2013, Obligasi Berkelanjutan I Tiphone Tahap II Tahun 2016 Seri A dan Obligasi I PTPN X Tahun 2013.

Dengan strategi tersebut, Insight Money meraih imbal hasil 5,47% secara year to date pada akhir Agustus 2017. Sedangkan dana kelolaan produk reksadana ini mencapai Rp 961,85 miliar. 

Selain mendapatkan imbal hasil, investor yang memegang reksadana ini bisa ikut berkontribusi pada masyarakat. Maklum, Insight Money mengalokasikan sebagian keuntungan untuk disalurkan kepada Yayasan Inspirasi Indonesia Membangun.

Produk ini bisa dimiliki dengan minimal investasi sebesar Rp 100.000. Tidak ada biaya pembelian dan penjualan kembali.

Analis Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, imbal hasil Insight Money cukup tinggi karena membenamkan aset pada obligasi korporasi yang memberikan yield lebih tinggi dibanding surat utang negara. "Secara kinerja produk ini sudah bagus, artinya fund manager agresif," kata Wawan. Namun ia mengingatkan strategi agresif pada obligasi korporasi memiliki risiko yang cukup besar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati