Instrumen jangka pendek jadi pilihan



JAKARTA. Ada yang menarik dari transaksi pasar uang antarbank (PUAB) di Indonesia. Minat perbankan pada Sertifikat Bank Indonesia (BI) makin menurun, kendati bunga SBI 9 bulan naik. Hal ini terlihat dari frekuensi penawaran dalam lelang SBI 9 bulan. Penawaran terendah terjadi pada Mei ini dengan frekuensi hanya 72 kali. Saat itu BI hanya menyerap Rp 7,17 triliun dari target Rp 10 triliun.

Penawaran SBI tertinggi terjadi pada lelang di Februari 2012. Penawaran yang masuk mencapai 266 kali. Adapun bunga SBI hanya 3,84% dan BI menyerap Rp 5 triliun sesuai dengan target indikatif. Pada Maret dan April, bunga SBI 9 bulan naik menjadi 4%.

Nah, menariknya, di saat bunga SBI naik, bunga PUAB justru tetap mendekati koridor batas bawah Operasi Pasar Terbuka (OPT). Perubahan bunga SBI tidak banyak berpengaruh. Pada 21 Mei 2012, bunga PUAB overnight 3,78%, atau 200 bps di bawah BI rate.


Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Moneter BI, Hendar, mengatakan kenaikan bunga SBI adalah indikasi BI ingin menyerap ekses likuiditas lebih banyak lagi. Ini untuk menjaga inflasi sesuai target yang telah ditetapkan.

Hendar menambahkan, kenaikan yield operasi moneter masih belum memberikan pengaruh signifikan di PUAB karena tingginya likuiditas di pasar uang. Karena permintaan dan pasokan tidak banyak berubah, bunga di PUAB tak terlalu terpengaruh.

Head Treasury Bank Central Asia (BCA), Branko Windoe, mengatakan, minat bank terhadap SBI semakin rendah karena instrumen BI yang bertenor pendek kian banyak. Misalnya, Term Deposit (TD) dan Reverse Repo Surat Berharga Negara (SUN). "Likuditas di pasar juga melimpah sehingga bunga PUAB overnight tidak naik," ujarnya.

Brankoe menambahkan, penempatan likuiditas berlebih pada instrumen tenor lebih pendek hal yang wajar. Sebab, acuan perbankan dalam penempatan dana adalah deposito. Saat ini, nasabah memilih menempatkan dananya di deposito tenor pendek ketimbang jangka panjang. "Selisih bunga instrumen jangka panjang dan pendek juga tidak signifikan," katanya.

Direktur Keuangan Bank OCBC NISP, Hartati, melihat kecenderungan bank saat ini memilih instrumen lebih pendek karena permintaan kredit tinggi. "Jadi kalau ada permintaan kredit, bank gampang mencairkan," ujarnya.

Asing di SBI

Ekses likuiditas perbankan memang masih tinggi, meski porsi penempatan di BI terus berkurang. Per akhir April 2012, total penempatan likuiditas di BI Rp 414,89 triliun atau turun 10,23% dibandingkan Januari 2012 yang Rp 462,18 triliun. Porsi terbesar pada deposit facility sebesar Rp 161,52 triliun disusul SBI 9 bulan dan TD masing-masing Rp 95,5 triliun dan Rp 82,72 triliun.

Porsi asing di SBI juga terus mengecil di bawah Rp 1 triliun atau 1,04% dari total SBI. Pada Mei 2011, asing memiliki Rp 76,97 triliun atau 38,9% dari total SBI. Menurut Hendar, berkaca dari komposisi itu, dampak bagi pasar keuangan sangat kecil bila asing menjual seluruh kepemilikannya di SBI. Misalnya, akibat krisis global semakin parah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie