INTA targetkan PLTU Bengkulu rampung tahun depan



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Perusahaan penyedia solusi alat berat, PT Intraco Penta Tbk (INTA) merambah bisnis pembangkit listrik yang mulai beberapa tahun lalu. Investor Relations Intraco Penta, Ferdinand D. menyampaikan saat ini belum ada rencana menggarap pembangkit listrik baru.

Pasalnya emiten berkode saham INTA ini masih fokus untuk merampungkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang berlokasi di Bengkulu. Manajemen menargetkan proyek ini rampung pada semeter 2020 mendatang.

“PLTU Bengkulu saat ini proses kontruksi telah mencapai sekitar 65% ditargetkan commissioning semester2 tahun depan,” ungkapnya, Senin (8/4).


Sebagai informasi, nilai proyek PLTU berkapasitas 2x100 megawatt (MW) ini mencapai US$ 360 juta. INTA mengerjakan PLTU Bengkulu melalui anak usahanya yakni PT Inta Sarana Infrastruktur dan PT Inti Daya Perkasa, dimana INTA memegang porsi 30% pada proyek tersebut.

PLTU yang dibangun oleh PT Tenaga Listrik Bengkulu (TLB) ini mematok periode konstruksi selama tiga tahun dengan kontrak bangun atau build operate transfer (BOT) selama 25 tahun. Selain proyek PLTU Bengkulu, INTA telah mengakuisisi 30% saham PT Petra Unggul Sejahtera (PUS) pada 19 Juli 2017 lalu.

INTA membeli 68.124 saham PUS yang setara dengan 30% kepemilikan. Untuk mengakuisisi saham induk usaha TJK Power ini, mereka menggelontorkan dana sebesar Rp 68,12 miliar. TJK Power adalah anak usaha PUS yang mengelola PLTU Batam berkapasitas 2x55 MW, 30% laba atau rugi PUS masuk ke dalam laporan keuangan INTA.

Sekarang ini, sambung Ferdinand, pihaknya juga tertarik dan membuka diri untuk masuk ke bisnis pembangkit listrik energi terbarukan. “Jika ada kebutuhan dari PLN dan dari segi bisnis masih feasible maka perseroan akan mengikuti proses tender sesuai dengan peraturan yang ada,” jelasnya.

Meski saat ini mereka terus memperluas bisnis kelistrikan, akan tetapi porsi pendapatan INTA masih didominasi dari bisnis penjualan alat berat.

Sedangkan dalam bisnis alat berat, harga batubara masih fluktuatif masih menjadi tantangan bagi mereka, sehingga pada 2019 tak muluk-muluk dalam bisnis penjualan alat berat ini. Alasan lain permintaan alat berat yang cenderung turun juga karena perusahaan sudah banyak melakukan pembelian alat berat pada tahun 2018. “Kita tahun ini lebih mengharapkan kenaiikan penjualan spare part dan after sales service,” imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini