Integrasi 7 BUMN Karya, Pengamat Beberkan Hal yang Harus Diperhatikan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah sedang dalam proses mengintegrasikan BUMN karya ke dalam tiga kluster perusahaan.

Pengamat BUMN dari Datanesia Institute, Herry Gunawan, menilai bahwa rencana integrasi ini logis dari sisi bisnis karena berorientasi pada jangka panjang, bukan hanya untuk menuntaskan permasalahan saat ini.

“Memang sudah sepatutnya dikonsolidasikan. Kenapa? Karena semuanya bermain di wilayah yang sama, sehingga ada kanibalisme, predatory pricing,” ujar Herry Gunawan dalam keterangan resminya, Senin (24/6).


Adapun skema integrasi yang direncanakan pemerintah mencakup penggabungan PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) dengan PT Brantas Abipraya (Persero) dan PT Nindya Karya (Persero).

Baca Juga: Begini Strategi Hutama Karya Atasi Dampak Kelesuan Rupiah

Selanjutnya, integrasi antara PT Hutama Karya (Persero) dan PT Waskita Karya (Persero) Tbk (WSKT). Sementara skema ketiga, integrasi antara PT PP (Persero) Tbk (PTPP) dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA).

Herry juga melihat bahwa langkah pemerintah dalam integrasi bisnis BUMN ini perlu memperhatikan kepentingan investor publik, kreditor, maupun negara sebagai pemegang saham.

Merujuk pada rencana pembentukan kluster integrasi Adhi Karya, Brantas Abipraya, dan Nindya Karya, Herry menekankan pentingnya menetapkan perusahaan sebagai pemimpin integrasi secara cermat.

“Membandingkan ADHI, Abipraya, dan Nindya juga sudah timpang. Nindya dieliminasi dari posisi pemimpin karena statusnya yang masih menjadi ‘pasien’ PPA. Sedangkan jika membandingkan ADHI dan Abipraya, secara laporan keuangan misalnya, aset Abipraya sekitar Rp 8 triliun, sedangkan ADHI sekitar Rp 40 triliun,” ujarnya.

Dari sisi nilai proyek yang dikerjakan, ADHI menangani proyek dengan nilai yang jauh lebih besar. Selain itu, sektor proyek yang dikerjakan ADHI juga lebih beragam.

Baca Juga: Suntikan Modal BUMN Menambah Beban APBN

ADHI, di mata Herry, biasa menangani masalah yang lebih kompleks dan jauh lebih tahan banting ketika dihadapkan dengan masalah. Sebaliknya, Abipraya yang mengerjakan proyek kecil memiliki risiko yang lebih kecil.

Selain itu, sebagai perusahaan yang tercatat di bursa, ADHI terbiasa dengan laporan tahunan yang kompleks sesuai aturan OJK yang mengutamakan keterbukaan dan GCG. Sementara Abipraya, dalam membuat laporan tahunan, cukup mengacu pada satu indikator, yaitu Kementerian BUMN.

“Dari sisi tata kelola, baik di bidang pengelolaan perusahaan maupun keberlanjutan lingkungan, ADHI sudah lebih kuat secara fundamental dan lebih dipercaya oleh calon investor, kreditor, ataupun shareholder, baik lokal maupun global,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .