Integrasi AFTA, sistem Indonesia national single windows perlu perbaikan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia perlu memperbaiki sistem layanan kepabeanan Indonesia National Single Windows (INSW) lantaran mulai terintegrasinya layanan pabeanan di negara yang tergabung dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA).

AFTA menyepakati membuat ASEAN Single Windows (ASW) untuk mempermudah perizinan ekspor. "ASW itu terhubung dengan INSW. Sedangkan sampai saat ini INSW kita belum berjalan optimal," ujar Wakil Ketua Kadin Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani kepada Kontan.co.id, Kamis (30/8).

Pelaksanaan ASW dapat menjadi bumerang bagi Indonesia. Hal itu akan terjadi bila sistem INSW belum mengalami perbaikan.


Teknis INSW yang belum maksimal akan menyulitkan pengusaha. Adanya ASW akan memberikan mekanisme baru bagi pengusaha untuk melakukan ekspor di kawasan negara anggota AFTA. "Bila ini belum diperbaiki, pemanfaatannnya tidak akan maksimal, malah yang ada justru akan semakin ribet," terang Shinta.

Pada pertemuan tingkat menteri ASEAN di Singapura membahas mengenai integrasi ekonomi di ASEAN. Salah satunya dengan mendorong terlaksananya ASW.

ASW pun dapat dijadikan sebagai opsi alternatif untuk verifikasi surat keterangan asal (SKA) yang nantinya dapat dilakukan secara mandiri. Sebelumnya verifikasi SKA hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang bersertifikasi.

Asal tahu saja, sertifikasi SKA secara mandiri dinilai dapat mempermudah proses pengajuan ekspor. Shinta bilang hal itu perlu pendalaman lebih lanjut.

"Kita perlu melihat dulu persyaratan sertifikasinya seperti apa, sejauh mana UMKM bisa memanfaatkan, proses sertifikasi mandirinya seperti apa," jelas Shinta.

Pemberlakuan sertifikasi mandiri pun telah ditandatangani dalam pertemuan tersebut. Sertifikasi akan berlaku pada tahun 2019.

Asal tahu saja, Shinta bilang, neraca perdagangan Indonesia dengan ASEAN masih positif. Pada tahun 2017, Indonesia mencatatkan  surplus dagang US$ 11,8 miliar dengan ASEAN. Namun, nilai utilitas AFTA masih rendah hanya 30%.

"Hal ini terjadi kebanyakan karena pengusaha tidak mengetahui proses untuk mendapatkan manfaatnya, prosesnya repot, atau nyaman dengan kondisi yang sudah ada," ungkap Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat