KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kedatangan dua dompet digital asal China, yaitu Alipay, dan WeChat ke Indonesia tak semudah yang dikira. Beberapa Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) 4 yang bekerjasama mengungkapkan kendalanya. Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) Santoso Liem bilang kendala ditemukan lantaran Alipay dan WeChat platform pembayaran yang berbeda dibandingkan yang dikembangkan di Indonesia. Terutama terkait pembayaran menggunakan quick response code (QR Code). “Platfrom QR Code mereka berbeda karena berbasis customer presented mode (CPM), sementara yang dikembangkan di Indonesia basisnya merchant presented mode (MPM),” kata Santoso kepada Kontan.co.id, Kamis (11/4).
Santoso menjelaskan, melalui CPM kode QR Code tidak dihasilkan oleh merchant, melainkan dihasilkan oleh ponsel milik pelanggan. Sehingga merchant yang mesti memindai QR Code milik pelanggan. Sebaliknya, dengan sistem berbasis MPM, QR Code dimiliki oleh merchant, sehingga untuk transaksi pelanggan yang mesti memindai kode tersebut. “Makanya kami butuh waktu karena teknologi mereka sudah lebih advance. Meski di sisi lain sebenarnya sistem MPM sebenarnya lebih praktis, karena yang diurus merchant dengan jumlah yang relatif lebih sedikit dibandingkan customer,” jelas Santoso. Santoso menambahkan, saat ini Perseroan juga tengah merampungkan kajian teknis untuk segera melakukan uji coba. Targetnya, BCA dapat mulai mengimplementasikan satu dompet digital ini pada awal September 2019. Kendala serupa, sebelumnya juga diungkapkan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk (BBRI). Direktur konsumer BBRI, Handayani bilang kendala terjadi akibat perbedaan format pesan digital milik Alipay dengan yang dimiliki perseroan. “Ini sistem baru, dengan format message yang dimiliki juga sangat berbeda sekail dengan yang kami biasa gunakan misalnya dengan Visa, Mastercard, atau JCB,” kata Handayani. Handayani menjelaskan, kelak transaksi Alipay dapat digunakan di mesin Electronic Data Capture (EDC) yang menghasilkan dynamic QR Code untuk kemudian dipindai oleh pelanggan. Selain soal teknis, Handayani bilang saat ini perseroan juga tengah melakukan kajian terkait settlement proceess dan dispute resolutiun. Jika rampung, BRI siap untuk melakukan penetration test.