KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Credit Default Swap (CDS) atau persepsi tingkat risiko investasi di Indonesia kembali melandai pada awal Mei 2024. Diharapkan intervensi yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dapat terus menjaga stabilitas ekonomi dalam negeri. Berdasarkan Bloomberg, CDS 5 tahun Indonesia per Jumat (10/5) berada di level 71,76, turun dari akhir April di level 75,54. CDS 10 tahun Indonesia juga tercatat melandai ke 125,16 dari akhir April di 129,74. Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto menilai, salah satu yang mendorong CDS menurun adalah membaiknya stabilitas perekonomian di dalam negeri. Hal ini terjadi pasca mengalami tekanan sejak pertengahan April 2024 karena meningkatnya tensi geopolitik.
Selain itu, intervensi kenaikan suku bunga yang telah dilakukan Bank Indonesia sehingga mendukung stabilitas nilai tukar. Dengan kenaikan suku bunga acuan yang dilakukan oleh BI pada 24 April 2024 ini,
spread antara BI Rate dengan batas atas Fed Fund Rate mengalami pelebaran dari yang sebelumnya hanya 50bps menjadi 75bps. "Alhasil, menjadi landasan yang baik untuk mendukung rupiah yang lebih stabil dan membuat CDS berangsur turun setelah tanggal 25 April yang lalu," ujar dia kepada Kontan.co.id, Kamis (9/5).
Baca Juga: Tingkat Risiko Investasi di Indonesia Turun, Saatnya Dana Asing Masuk Kembali? Darto juga melihat, realisasi pertumbuhan ekonomi yang baik dan inflasi April yang menurun juga menjadi faktor lainnya yang membuat CDS lebih rendah. Adapun, realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2024 sebesar 5,11%, atau pertumbuhan kuartal I yang tertinggi dalam 5 tahun terakhir. Kemudian, inflasi April 2024 yang mengalami penurunan meskipun dihadapkan pada momen Idul Fitri. Menurutnya, hal itu juga menjadi pertanda bahwa pengelolaan stabilitas harga yang dilakukan oleh pemerintah pada periode permintaan tinggi tersebut begitu baik. Pefindo mengekspektasikan CDS Indonesia masih bisa terus stabil dan terkendali. "Kami berharap, dengan realisasi pertumbuhan ekonomi nasional yang terakselerasi pada kuartal I, serta peringkat
sovereign Indonesia yang terjaga dalam
investment grade, akan mampu memberikan sinyal akan solidnya kondisi perekonomian di dalam negeri," paparnya. Selain itu, komitmen pemerintah dalam mendukung stabilitas harga di dalam negeri juga diharapkan dapat menjadi gambaran akan keseriusan otoritas terkait dalam memperhatikan kestabilan perekonomian Indonesia. Data terbaru menunjukkan adanya penurunan cadangan devisa dari US$ 140,4 miliar di bulan Maret menjadi US$ 136 miliar di bulan April. Darto menyebut, hal ini membuktikan bahwa BI melakukan intervensinya di pasar untuk melakukan stabilitas nilai tukar Rupiah.
Baca Juga: BI Beberkan 4 Faktor yang Bisa Membuat Rupiah di Bawah Rp 16.000 Per Dolar AS "Sehingga dari hal-hal tersebut, kami berharap risiko berinvestasi bisa terus dijaga dan CDS Indonesia juga bisa terus stabil," sebutnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa perlu juga mengantisipasi gejolak yang terjadi dari eksternal. Utamanya, pada aspek geopolitik yang belakangan ini relatif tidak stabil. Ia berpandangan, jika konflik di beberapa wilayah yang sampai saat ini terjadi tereskalasi dan meluas, maka bukan tidak mungkin stabilitas yang ada bisa terganggu. Akibatnya, CDS Indonesia berpotensi mengalami peningkatan kembali. Lalu, masih tingginya suku bunga acuan di negara-negara maju, terutama di AS juga menjadi salah satu hal yang patut untuk diwaspadai. "Karena hal ini berarti potensi tekanan terhadap arus keluar modal asing dan nilai tukar Indonesia masih belum usai," imbuhnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati