Intervensi politik dalam penentuan ASN sebabkan efektivitas pemerintah rendah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyatakan kentalnya intervensi politik dalam menentukan Aparatur Sipil Negara (ASN) membuat sistem ASN Indonesia tertinggal jauh dari negara-negara lain di kawasan ASEAN semisal Malaysia dan Thailand.

Indeks efektifitas pemerintah Indonesia berada di peringkat 85. Peringkat ini jauh di bawah Malaysia di 32, Thailand 62, dan Filipina 72.

Ketua KASN Sofian Effendi mengatakan, setidaknya ada lima hal yang masih bisa dilakukan pemerintah untuk mengejar ketertinggalan ini. Pertama, meningkatkan mutu pelayanan publik. Kedua, meningkatkan mutu sumber daya manusia (SDM)  ASN.


"Terkait mutu, sebetulnya memang sempat sedikit anjlok ketika di masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat melakukan intervensi politik untuk memaksa mengangkat 1,1 juta pegawai menjadi PNS tanpa seleksi," katanya di Kantor KSP, Rabu (27/3). Pengangkatan tersebut berdampak pada menurunnya mutu kualitas ASN.

Ketiga, mengurangi intervensi politik dalam manajemen ASN. Sofian menyebutkan, hal ini masih terjadi baru-baru. Ia bilang, pemerintah dengan didukung DPR kembali mengangkat 450.000 tenaga honorer tanpa seleksi.

"Tapi untungnya kita bisa bertahan dan bisa mengakomodasikan sekarang melalui tes," jelas dia. Keempat, kapasitas perumusan kebijakan pemerintah harus didasari data analis yang cukup baik. Kelima, meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Tapi dari kelima poin tersebut, tantangan yang cukup berat adalah tidak adanya intervensi politik. "Yang sangat mengganggu adalah intervensi partai politik dalam penerapan jabatan pejabat tinggi," tegas Sofian.

Dalam kasus yang baru terjadi di Kementerian Agama ini sebetulnya, dari KASP sudah mencium adanya jual beli jabatan tersebut. Karena itu, pihaknya sudah memberikan peringatan awal untuk tidak meloloskan yang bersangkutan.

Tapi sayangnya, hal tersebut diabaikan oleh Kementerian Agama. Sofian bilang, ada 13 Kementerian dan Lembaga (K/L) yang dalam pemeriksaan KPK. Sayang ia tidak menjelaskan lebih lanjut soal ini tapi, jual beli itu kerap terjadi di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan dan Budaya.

"Tapi di kedua ini sekarang sudah mulai menurun karena menterinya dipilih dari pihak profesional," jelas dia.

KASN juga menyatakan, sejak dahulu kala sudah menjadi tradisi jual beli jabatan ini sering terjadi. Jumlah K/L yang melakukan praktik tersebut cukup besar. "Saya tak berani menduga, ya lebih dari separuh. Tapi kami duga lebih dari 90% yang melakukan praktik, tinggal level-nya ada beda-beda," tutup Sofian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli