KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah bergerak dalam tren melemah di perdagangan pekan ini. Data terbaru inflasi Amerika Serikat (AS) kembali menimbulkan kekhawatiran suku bunga tinggi yang menguatkan posisi dolar AS. Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin menuturkan, rupiah mencatat pelemahan dalam sepekan disebabkan penguatan dolar dan prospek suku bunga AS yang masih bertahan pada 5,50%. Narasi itu kembali mencuat seiring data inflasi terbaru untuk Desember 2023 yang naik ke level 3,4% dari sebelumnya 3,1%. Selain itu, data inflasi dari China terpantau deflasi, sehingga menjadi kekhawatiran tersediri bagi perekonomian Indonesia. Seperti diketahui, Tiongkok adalah mitra dagang utama Indonesia.
Baca Juga: Rupiah Spot Ditutup Melemah Tipis ke Rp 15.550 Per Dolar AS Pada Hari Ini (12/1) “Perlu juga diperhatikan kembali memanasnya situasi di Laut Merah. Kondisi ini berdampak pada kenaikan harga minyak dunia yang menjadi kontribusi inflasi Amerika,” jelas Nanang kepada Kontan.co.id, Jumat (12/1). Pengamat Mata Uang Lukman Leong mencermati, pelemahan rupiah sepekan ini terjadi setelah beberapa data ekonomi dari domestik yang lemah, seperti indeks kepercayaan konsumen, penjualan ritel dan penjualan mobil. Dolar AS sendiri relatif datar minggu ini, walaupun data inflasi yang lebih kuat. Lukman melihat, investor berpandangan bahwa data inflasi AS terbaru tidak akan mengganggu rencana The Fed untuk menurunkan suku bunga pada bulan Maret yang peluangnya masih cukup besar. Sementara itu, data ekonomi dari China hari ini sebenarnya sedikit lebih baik dari perkiraan, namun secara keseluruhan masih memberikan gambaran akan permintaan yang masih lemah. Menurut Lukman, investor selanjutnya akan menantikan data perdagangan Indonesia dan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) di pekan depan. Dari eksternal, data Produk Domestik Bruto (PDB) China untuk kuartal IV-2023 akan menjadi perhatian. “Rupiah diperkirakan cenderung akan tertekan mengingat data perdagangan diperkirakan masih akan lemah, namun BI diharapkan masih mempertahankan suku bunga demi mendukung rupiah,” kata Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (12/1). Nanang menambahkan, perkembangan politik Timur Tengah masih harus dicermati. Bilamana gejolak terus memanas, maka akan memicu kenaikan harga energi dan juga memunculkan sentimen untuk berlindung ke aset
safe haven. “Kondisi safe haven ini bisa membantu dolar AS menguat dan berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah,” imbuhnya. Selain itu, lanjut Nanang, investor juga perlu memperhatikan data inflasi produsen Amerika Serikat yang dirilis Jumat (12/1) malam ini. Jika data inflasi produsen tahunan AS kembali naik, maka bakal menjadi beban bagi rupiah. Dolar AS kemungkinan akan menguat dan juga muncul ekspektasi bahwa Fed masih akan pertahankan suku bunga pada level 5,50%.
Baca Juga: Rupiah Melemah 0,23% Sepekan Hingga Jumat (12/1) Siang Nanang menganalisis bahwa rupiah tengah berupaya melemah lanjutan menuju Rp 15.590, yang mana bila tembus, bisa mengkerek rupiah ke Rp 15.675. Sedangkan, potensi penguatan rupiah cenderung tertahan pada Rp 15.450.
Nanang memproyeksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 15.450 per dolar AS – Rp 15.675 per dolar AS di perdagangan pekan depan. Kalau Lukman memprediksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp15.400 per dolar AS – Rp 15.700 per dolar AS. Mengutip Bloomberg, rupiah spot ditutup pada posisi Rp 15.550 per dolar AS di Jumat (12/1). Dalam sepekan, rupiah di pasar spot melemah sekitar 0,21% dari posisi Rp 15.516 per dolar AS. Secara harian, rupiah melemah tipis 0,01% dari posisi Rp 15.549 per dolar AS. Sementara rupiah di Jisdor BI ditutup pada posisi Rp 15.559 per dolar AS, Jumat (12/1). Rupiah Jisdor melemah sekitar 0,26% dalam sepekan dari posisi Rp 15.518 per dolar AS. Sedangkan, pelemahan rupiah jisdor BI sekitar 0,01% secara harian dari posisi kemarin Rp 15.558 per dolar AS. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi