Intip Jurus Phapros (PEHA) yang Proyeksikan Ekspor Naik 15% di 2023



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai ekspor produk farmasi dari perusahaan anggota holding BUMN Farmasi, PT Phapros Tbk (PEHA), ditargetkan untuk tumbuh dobel digit. Diperkirakan pada tahun 2023 pertumbuhan ekspor Phapros akan mencapai lebih dari 15% dengan menyasar negara-negara Asia dan Amerika Selatan seperti Peru, Filipina, dan Kamboja.

Direktur Utama Phapros Hadi Kardoko, pasar ekspor masih terbuka cukup lebar bagi produk seperti multivitamin, antibiotik, anti analgesik, produk untuk menyamankan perjalanan, antialergi, hingga antituberkulosis. Ini belum termasuk produk-produk obat dari kelas terapi lainnya serta alat kesehatan yang Phapros produksi melalui kerja sama dengan riset mitra-mitra universitas.

"Kami optimistis bisa meningkatkan growth net sales di akhir 2023 karena masih banyak negara-negara lain yang akan menjadi target Phapros,” tuturnya dalam siaran pers yang diterima Kontan, Senin (17/2).


Menurut Hadi, kue pasar ekspor produk farmasi di negara Asia dan Afrika masih sangat luas. Phapros sangat agresif memperluas pasar ke negara lain agar kontribusi perusahaan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional bisa lebih meningkat. Dari data Kementerian Perindustrian, industri farmasi menyumbang 4,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.

“Saat ini kami sedang menjajaki pasar Nigeria dan nantinya mulai melebar ke negara-negara Afrika lainnya," imbuhnya.

Baca Juga: Phapros (PEHA) Akan Luncurkan 10 Produk Baru di Tahun 2023

Senada dengan itu, pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto mengungkapkan, pasar farmasi dan alat kesehatan Asia secara umum cukup besar. Di Indonesia sendiri, ungkapnya, pasar farmasi pada tahun 2019 bernilai Rp 80 triliun dan angka tersebut belum ditambah pasar alat kesehatan.

“Pasar utama produk farmasi dan alkes Indonesia adalah di Asia Tenggara dan Afrika jika melihat laporan beberapa emiten farmasi. Ini di luar produk herbal yang sudah masuk ke pasar Taiwan dan Tiongkok. Bahkan, ada juga produk vaksin kita yang diekspor ke negara lain,” ungkapnya.

Menurutnya, Phapros harus memperhatikan struktur biaya yang efisien agar harga jual ekspor juga bersaing. Perusahaan ini juga mesti memiliki pembeda produk yang dijual dibandingkan kompetitor, sehingga potensi pertumbuhannya juga besar.

 
PEHA Chart by TradingView

“Daya saing ekspor ditentukan oleh pricing dan diferensiasi produk. Semakin baik prospek perusahaan, yang ditunjukkan dengan meningkatnya penjualan dan keuntungan, maka kepercayaan investor pun semakin meningkat,” terang Toto.

Berdasarkan data dari United Nations Conference on Trade and Development, ekspor produk obat dan farmasi Indonesia dilaporkan sebesar US$ 130.395.780 pada 2021. Rekor ini naik dibanding sebelumnya yaitu US$ 100.826.464 untuk 2020. Ekspor tahunan rata-rata US$ 116.605.830 dari 2003 sampai 2021 dengan 19 observasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari