KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidaksengajaan membawa Thomas Nugroho menyelami dunia investasi. Pria yang saat ini menjabat Chief Executive Officer (CEO) RHB Sekuritas Indonesia tersebut mengenal dunia investasi ketika duduk di bangku kuliah pada tahun 2001. Awalnya, Thomas mengenal investasi melalui produk asuransi unit link. Sewaktu mengenyam bangku kuliah di Universitas Kristen Petra, Thomas bekerja sambilan sebagai
freelancer di industri kreatif. Dari sini, dia menilai perlu memiliki proteksi kesehatan. Ternyata, produk yang dibeli adalah produk asuransi unit link, yang memiliki unsur investasi. “Melihat pergerakan harga pada unit link tersebut, saya akhirnya tertarik untuk memahami lebih dalam mengenai konsep investasi, hingga tertarik berkarir di bidang investasi,” kata Thomas kepada Kontan.co.id.
Thomas mengaku cukup fleksibel dalam mengelola keranjang investasinya. Dia tidak mematok persentase tertentu untuk investasi di pasar modal. Dalam artian, dia memiliki pendekatan yang fleksibel sesuai dengan waktu dan pola yang cocok. Thomas bisa mengadopsi pendekatan yang sangat defensif dengan mengalokasikan investasi secara maksimal ke pasar uang dan obligasi, atau bisa juga langsung fokus pada pasar saham dengan alokasi penuh. Saat ini, mengatur portofolio investasi menjadi lebih mudah berkat hadirnya banyak aplikasi reksadana dan platform perdagangan saham online yang sangat baik. Dalam berinvestasi, pria yang genap berusia 40 tahun ini akan mengamati beberapa indikator tertentu sebelum memutuskan untuk berinvestasi. Salah satu indikator yang mudah dan cukup akurat adalah suku bunga.
Baca Juga: Strategi Investasi Direktur Utama Hatten Bali (WINE): Selektif Memilih Aset Produktif Ketika suku bunga naik, biasanya harga saham akan turun. Pada kondisi ini, Thomas akan mengalokasikan dana investasi ke pasar uang dan obligasi. Sebaliknya, jika dia melihat indikasi bahwa suku bunga akan turun, Thomas akan memilih saham-saham dengan fundamental yang baik yang telah mengalami koreksi harga, dan beralih kembali dari pasar uang dan obligasi ke saham. Dengan kondisi suku bunga saat ini, Thomas memasang strategi defensif dalam mengatur portofolio di pasar modal. Mayoritas keranjang investasi Thomas berbentuk surat utang (obligasi), yakni sebanyak 70%, terutama obligasi pemerintah, serta obligasi korporat dengan
rating minimum AA. Kriteria ini dipilih karena saat ini memberikan
yield yang lebih tinggi dari bunga deposito, serta sifatnya yang likuid dan aman. Kemudian, sebanyak 20% investasi Thomas ditempatkan dalam instrumen reksadana yang berkontribusi sebanyak 20% dari keranjang investasinya. Untuk instrumen ini, Thomas mengalokasikan di reksadana pasar uang dan reksadana pendapatan tetap. Ini menjadi salah satu penyeimbang yang membuatnya lebih mudah dan sangat likuid. Ketika pasar saham kembali atraktif, maka dana ini dapat di-
redeem cepat dan bisa
take position terlebih dahulu di saham-saham yang masuk ke dalam
watchlist. Terakhir, sebanyak 10% investasi Thomas ditempatkan dalam instrumen saham yang likuid, dan memiliki
dividend yield menarik, diimbangi dengan
book value dan
price earnings ratio (PER) yang atraktif. Meski saat ini hanya berfokus pada tiga instrumen tersebut, Thomas selalu membuka diri untuk menempatkan dananya di instrumen lain. “Selain pasar modal, tentunya properti akan menjadi hal yang akan selalu menarik untuk saya pantau,” imbuh pria asal Surabaya ini.
Baca Juga: Pilih Emas Fisik dan Saham Pilihan Suku bunga jadi salah satu acuan penting
Sudah aral melintang di dunia pasar modal cukup lama, manis pahit dunia investasi sudah dirasakan oleh Thomas. Pada tahun 2008, dia berkisah sempat mengalami kerugian yang signifikan karena kurang berhati-hati dalam berinvestasi, salah satunya adalah ketidakmampuan dalam memperhatikan dampak kenaikan suku bunga. Pada April 2008, suku bunga Bank Indonesia (BI) berada di level 8%. Selama periode Mei hingga Oktober 2008, BI meningkatkan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis points (bps) setiap bulannya hingga mencapai 9,5% pada bulan Oktober. Pada saat itu, secara emosional Thomas melakukan pembelian saham tanpa melakukan pengamatan yang lebih cermat. Ditambah dengan kejadian jatuhnya Lehman Brothers, Thomas sempat mengalami kepanikan secara emosional dan akhirnya melakukan
cut loss yang cukup besar. Dari sana, dia mengambil pelajaran bahwa salah satu indikator yang mudah digunakan dalam memilih instrumen investasi adalah suku bunga. Apabila suku bunga terus meningkat, disarankan untuk mengurangi porsi investasi saham dan beralih ke instrumen yang lebih stabil seperti pasar uang atau obligasi.
Baca Juga: Portofolio Investasi Eddy Japarto, Memilih Saham dan Jam Tangan Mewah Namun, ketika suku bunga telah mencapai titik tertinggi dan tidak berubah, perhatikan berita dan perkembangan terkait suku bunga. Jika ada indikasi bahwa suku bunga akan turun, pelaku pasar bisa memperhatikan saham-saham yang telah mengalami koreksi harga. “Saat itulah waktu yang tepat untuk mencari saham-saham dengan fundamental yang baik. Ketika suku bunga turun, mulailah mempertimbangkan portofolio
switching ke saham,” imbuh dia. Bagi investor pemula, Thomas menilai instrumen reksadana menjadi pilihan paling tepat. Reksadana bisa digunakan untuk mengenal
risk and reward dari investasi. Dia tidak menyarankan memilih saham bagi investor pemula, apalagi dengan bermodal info dari teman, takut merasa tertinggal alias
fear of missing out (FOMO), dan tanpa memahami saham apa yang dibeli.
Baca Juga: Mengekor Peruntungan dari Portofolio Private Equity Merintis karier dari bawah
Meski sukses menjadi CEO di usia yang cukup muda, Thomas merintis kariernya dari bawah. Selepas kuliah pada usia 22 tahun, Thomas memulai pengalaman kerja pertama dengan menjadi
sales yang memasarkan produk reksadana dan saham di sebuah perusahaan sekuritas pada tahun 2005.
Bekal dan pengalaman sebagai
frontliner membawa Thomas menjadi Direktur Utama RHB Sekuritas Indonesia pada usia 40 tahun. Dia memimpin pilar bisnis utama yaitu,
retail equity, institutional equity, equity derivative, fixed income, investment banking, serta departemen penunjang perusahaan mulai dari
research, hingga teknologi informasi. Salah satu nasihat yang membekas bagi Thomas adalah nasihat dari salah satu kliennya, yakni jangan pernah menyia-nyiakan waktu dengan bersantai-santai. “Meski sekeliling kamu santai, ketika ada kesempatan datang, kamu akan jadi yang paling siap untuk mengambil kesempatan dan berlari," kenang dia. Thomas berharap perekonomian Indonesia akan terus berkembang maju. Sehingga, pasar modal Indonesia dapat masuk ke dalam peringkat 10 besar sebagai indeks dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia dalam lima tahun mendatang. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati