KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Mengakhiri bulan Mei, Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) melemah 0,90% atau turun 63,41 poin ke angka 6.970,74 pada Jumat (31/5). IHSG melemah 3,48% sepekan terakhir bulan Mei. Sedangkan sejak awal tahun, IHSG melemah 4,15%. Head Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menilai, terdapat potensi koreksi lanjutan dalam rentang level
support 6.907 dan
resistance 7.080. Hal tersebut didasari atas nilai transaksi yang mencatatkan kenaikan menjadi Rp 35 triliun dari rata-rata yang hanya sebesar Rp 13 triliun pada penutupan perdagangan, Jumat (31/5). Lebih lanjut, dirinya berpandangan bahwa tekanan aksi jual masih akan berlanjut dengan indikator MACD yang menunjukkan
death cross sehingga berada di zona negatif.
Cenderung sama, arah sentimen berikutnya tertuju pada perilisan data inflasi Indonesia yang diperkirakan melambat. Di sisi lain, rilis data pengangguran AS dinilai akan semakin menekan pasar saham apabila berada di atas ekspektasi.
Baca Juga: LQ45 Terpuruk Saat IHSG Ambruk, Simak Rekomendasi Saham Blue Chip Berikut Secara teknikal, Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas, Alrich Paskalis Tambolang melihat,
terdapat pelebaran negative slope pada Moving Average Convergence/Divergence (
MACD) bersamaan dengan
terbentuknya
pola Three Black Crows pada IHSG
. Menurutnya, dengan adanya pola tersebut
perlu diwaspadai sebab
mengindikasikan potensi bearish continuation. Meski demikian, dirinya menilai
terdapat peluang rebound dalam jangka pendek. “
Dengan demikian, IHSG ber
potensi fluktuatif di area level 6.900–7.000,” kata Alrich kepada Kontan.co.id, Sabtu (1/6) Kemudian, Alrich menjelaskan, perdagangan pada awal Juni banyak disambut dengan rilis data baik dari global, regional, hingga domestik. Secara
global, di Amerika Serikat (
AS)
terdapat rilis data Purchasing Managers' Index (
PMI)
Manufacturing bulan Mei 2024. Data ini, menurut Alrich,
cukup diwaspadai sebab data PMI pada April dalam zona kontraksi di angka
49,2 atau berada di bawah level 50 dimana
mengindikasikan pelemahan pada sektor manufaktur di AS. Berkebalikan
, di Inggris juga terdapat rilis data S&P Manufacturing PMI yang justru
diperkirakan akan berada di zona ekspansi atau di level 51,3 pada Mei 2024. Hal tersebut
seiring dengan optimisme akan pulihnya permintaan serta perbaikan kondisi manufaktur secara menyeluruh. Baca Juga: Barito Renewables (BREN) Masuk Papan Pemantauan Khusus, Ini Kata BEI Selain itu,
Hamburg Commercial Bank (
HCOB)
Manufacturing PMI bulan Mei di Jerman dan area Eropa menunjukkan
ekspektasi peningkatan masing-masing di level 45,4 dan 47,4 di Mei 2024. Adapun d
ari regional, terdapat rilis data Caixin Manufacturing PMI Tiongkok bulan Mei 2024 yang diperkirakan akan mempertahankan level ekspansinya menjadi
51,5 dari angka sebelumnya sebesar
51,4 di April 2024. Sementara, rilis National Bureau of Statistics (
NBS)
Manufacturing bulan Mei justru mengindikasikan kontraksi pada PMI Manufacturing China yakni di level 49,5 atau berada di bawah level konsensus 50,5. “Kontraksi tersebut
disebabkan oleh pelemahan produksi manufaktur serta menurunnya nilai ekspor,” jelas Alrich. Sedangkan d
ari domestik, terdapat rilis data Inflasi year on year (
YoY)
bulan Mei 2024 pada Senin (3/6) yang diperkirakan akan melandai ke level 2,94% dari yang sebelumnya di level 3,05% di April 2024. Menurutnya, e
kspektasi penurunan ini seiring dengan usainya momentum Ramadan dan Lebaran serta menurunnya harga bahan pokok. Baca Juga:
Market Global: Saham AS Menguat Setelah Data AS, Harga Minyak dan Emas Turun Sedangkan Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana memproyeksikan, IHSG
berpeluang menguat terbatas dengan support di angka
6.
947 dan resistance di level
7.
036. Dirinya menyebut, pelaku pasar tengah menantikan
rilis data inflasi Indonesia dan manufaktur China. Herditya mencermati
saham GOTO dengan target harga Rp
70–Rp
77, ITMG berkisar di level Rp
25.
500–Rp
26.
000, dan ARTO di harga Rp
2.
490–Rp
2.
600. Selanjutnya, Oktavianus merekomendasikan untuk
speculative buy pada saham TLKM dan BRPT dengan target harga masing-masing berkisar di
support-resistance Rp 2.770-Rp 3.060 dan Rp 1.020–Rp 1.170. Selain itu, dia merekomendasikan
buy on break pada saham HRUM dengan target harga Rp 1.405 atau berkisar di
support Rp 1.330 dan
resistance di angka Rp 1.500. Sedangkan, Alrich menjagokan saham
BBCA, ACES, MAPA, SMRA, ASSA, dan NCKL. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati