KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren
initial public offering (IPO) masih berlanjut. Beberapa emiten yang IPO di pekan ini bahkan berhasil mencatatkan kenaikan harga saham yang signifikan. Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, jumlah IPO di tahun ini kembali menembus rekor baru. Per Selasa (10/10), jumlah IPO telah mencapai 71 perusahaan. Angka tersebut melebihi pencapain IPO di tahun 2022 yang sebanyak 59 perusahaan. Saat ini pun masih terdapat 23 calon emiten dalam Pipeline Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Dengan melihat data tersebut, tren IPO di semester II akan bisa melampaui atau paling tidak sama dengan semester I-2023,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (10/10).
Baca Juga: Menilik Kinerja Saham Emiten yang IPO pada Pekan Ini Berdasarkan sektor, Alfred melihat sektor-sektor seperti energi, kesehatan, dan
consumer non-cyclical masih sangat menarik. Sentimen secara sektoral masih sangat bagus untuk ketiga sektor tersebut, baik secara historis pertumbuhan maupun untuk prospek kinerja ke depan. Untuk sektor energi, sentimennya adalah harga komoditi dan permintaan energi yang masih tinggi apalagi untuk renewable energy yang sedang menjadi sorotan karena faktor iklim. “Eskalasi konflik dan perang yang menjadi sentimen bagi harga energi saat ini,” paparnya. Untuk sektor kesehatan, sentimennya adalah konsumsi atau belanja masyarakat yang baik, kebijakan pemerintah dalam substitusi impor, dan peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) produk kesehatan. Untuk sektor
Consummer Non-Cylical, sentimennya adalah pertumbuhan ekonomi domestik yang masih tinggi dan masih didominasi dari konsumsi masyarakat. Namun, kata Alfred, menariknya suatu IPO masih akan sangat bergantung pada valuasi harga IPO yang ditawarkan. “Misalnya, seberapa besar discount yang diberikan dibandingkan emiten yang ada atau kondisi fundamental calon emiten secara historisnya,” paparnya. PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN) menyentuh level auto rejection atas (ARA) selama 2 hari berturut-turut. Pada saat IPO, Senin (9/10), harga saham BREN hari pertama bertengger di posisi Rp 975 per saham atau naik 25% dari harga penawaran sebesar Rp 780 per saham. Di hari kedua, harga saham BREN pada perdagangan hari kedua di Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (10/10), menyentuh batas tertinggi, Rp 1.215, naik 240 poin atau 24,62% hingga penutupan perdagangan. Menurut Alfred, kinerja BREN terdorong karena secara sektor menarik. Lalu, kalau melihat jumlah saham yang dilepas saat IPO, jumlahnya sangat sedikit, yaitu hanya 3% untuk masyarakat. Sehingga, ikut mempengaruhi harga saat listing. “Performa BREN secara historis juga sangat baik, seperti pertumbuhan laba dari peningkatan marjin laba dan juga historis pembagian dividen,” paparnya. PT Lovina Beach Brewery Tbk (
STRK) juga menyentuh ARA di hari pertama perdagangan di Selasa (10/10), pada posisi Rp 135 per saham atau naik 35%. Menurut Alfred, kinerja STRK terkerek karena jumlah saham yang ditawarkan juga sedikit. Saat IPO, STRK juga mengalami oversubscribe hingga 152 kali, sehingga ini yang menjadi alasan kenaikan harga sahamnya saat listing. “Namun, STRK secara valuasi saham saat ini sudah terlalu tinggi,” paparnya.
Baca Juga: Listing Serempak di BEI Pada Rabu, 11 Oktober 2023, Begini Perbandingan LOPI dan KOKA Pada Rabu (11/10), PT Koka Indonesia Tbk (
KOKA) dan PT Logisticsplus International Tbk
(LOPI) akan melantai di BEI. Alfred melihat, secara besaran dana IPO, baik LOPI dan KOKA relatif kecil, karena di bawah Rp 100 miliar. LOPI melepas saham sebesar Rp 30 miliar dan KOKA sebesar Rp 91,6 miliar. Secara historis, performa saham IPO untuk size yang kecil berpotensi cukup besar untuk meraih hasil bagus saat listing. “Namun, untuk memanfaatkan momentum IPO untuk kedua saham ini relatif sangat berisiko,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Alfred belum memberikan rekomendasi untuk keempat emiten tersebut. Namun, investor perlu memperhatikan valuasi harga saham mereka. Investor perlu mencermati atau berhati-hati dengan kenaikan harga saham oleh faktor euforia listing. “Jadi, bagi saham-saham IPO yang sudah naik sangat tinggi dengan valuasi yang tidak wajar perlu dihindari,” tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi