KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT HM Sampoerna (HMSP) di awal tahun ini kurang memuaskan. Volume penjualan produsen rokok terbesar ini merosot seiring penjualan industri yang juga tertekan. Sepanjang kuartal I-2018, HMSP membukukan kenaikan pendapatan 2,5% menjadi Rp 23,14 triliun. Namun, laba bersih perusahaan tergerus 8% menjadi Rp 3,03 triliun dari Rp 3,29 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan laba bersih HMSP seiring dengan kenaikan beban pokok sebesar 5% menjadi Rp 17,14 triliun. Porsi beban pokok itu mencapai 76% dari total pendapatan perusahaan di periode tiga bulan pertama ini. Belum lagi adanya beban cukai yang ikut naik 16,5% semakin menekan keuntungan HMSP.
Analis Ciptadana Sekuritas Asia Stella Amelinda merinci, segmen sigaret kretek mesin (SKM) menjadi satu-satunya produk yang mencatat pertumbuhan volume penjualan di kuartal I sebesar 8,3%. Sementara, volume penjualan sigaret kretek tangan (SKT) dan rokok putih turun masing-masing 0,8% dan 20,2%. Tekanan semakin bertambah setelah ekspor rokok HMSP juga melemah hingga
double-digit di level 22,8%. Memang, penurunan volume penjualan perusahaan sejalan dengan penjualan rokok nasional yang juga turun 2,3% dari kuartal I-2017 lalu. Secara keseluruhan, penjualan rokok HMSP turun 1,8% menjadi 23 miliar batang. Untungnya, HMSP masih mampu meningkatkan pangsa pasar dari 33% menjadi 33,2%. Penurunan laba bersih HMSP, menurut Christine Natasya, juga disebabkan oleh tingginya penjualan produk dengan margin rendah seperti Marlboro Filter Black dan Dji Sam Soe. Peluang pajak elektrik Dalam risetnya, 30 April lalu, analis Mirae Asset Sekuritas ini menyebut, penjualan produk bermargin tinggi seperti Sampoerna A justru melorot 13%. Padahal, produk tersebut memiliki kontribusi 40%–43% terhadap total volume penjualan rokok HMSP. Stella memprediksi, kinerja HMSP di sisa tahun ini masih dibayangi sentimen pelemahan nilai tukar rupiah. Pelemahan ini akan berdampak pada harga bahan baku yang diimpor. Akibatnya, beban pokok penjualan terkerek naik dan mengikis laba kotor maupun margin laba kotor HMSP. "Pasti ini akan berdampak negatif pada
bottom line perusahaan jika tidak diimbangi dengan kenaikan volume penjualan dan harga jual rata-rata HMSP," ujar Stella, Senin (7/5). Tambah lagi, meski indeks keyakinan konsumen sepanjang April lalu membaik, ia melihat belum terjadi pemulihan pada pola konsumsi masyarakat, termasuk pada rokok. Potensi naiknya cukai yang melebihi tingkat inflasi juga diprediksi semakin menekan kinerja HMSP. Namun, pemberlakuan pajak rokok elektrik yang rencananya dimulai pada 1 Juli mendatang dinilai bisa menjadi sentimen positif buat HMSP. Aturan ini berpotensi menyokong kinerja HMSP untuk divisi rokok putihnya, mengingat pajak rokok elektrik cukup besar, yaitu mencapai 57%. "Walaupun di Indonesia pengguna
e-cigarette masih sedikit, tapi kita berharap ini bisa menopang divisi rokok putih buatan mesin yang selama ini memegang
market share terbesar di Indonesia," papar Stella.
Meski ada potensi untuk naik, Stella tetap menurunkan proyeksi target terhadap pertumbuhan pendapatan HMSP hingga akhir tahun nanti sebesar 5% menjadi Rp 102,24 triliun. Ia juga menurunkan target pertumbuhan laba bersih HMSP sebesar 9,9% menjadi Rp 12,85 triliun. Stella memberi rekomendasi
hold saham HMSP dengan target harga Rp 4.020 per saham. Ia menilai, valuasi HMSP saat ini sudah tergolong premium dengan PER mencapai 34,9 kali. Christine juga memberi rekomendasi
hold untuk HMSP dan menurunkan target harga menjadi Rp 3.750 per saham. Sementara, analis Danareksa Sekuritas Natalia Susanto merekomendasikan
beli saham HMSP dengan target harga wajar Rp 3.800 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati