KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga jual
crude palm oil (CPO) kembali tertekan belakangan ini. Berdasarkan data Bloomberg, dalam dua pekan terakhir sampai dengan Kamis (17/11), harga CPO kontrak pengiriman Februari 2023 merosot 11,04% menjadi RM 3.850 per ton dari RM 4.372 per ton. Analis Henan Putihrai Sekuritas Alroy Soeparto berpendapat, salah satu penyebab penurunan harga CPO ini adalah peningkatan ekspor CPO Indonesia yang cukup tinggi dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini membuat stok CPO di negara-negara importir saat ini masih banyak. Selain itu, China sebagai negara importir utama CPO Indonesia mencatatkan peningkatan kasus Covid-19 dalam beberapa minggu terakhir sehingga pemerintah China memberlakukan
lockdown sejalan dengan kebijakan Zero-Covid. "Hal ini menurunkan aktivitas ekonomi dan sebagai dampaknya kebutuhan minyak sawit turun," kata Alroy saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (20/11).
Selain itu, saat ini, pasar global sedang dikhawatirkan dengan ancaman terjadinya resesi 2023 yang akan melemahkan aktivitas ekonomi serta perindustrian. Dengan melihat faktor-faktor di atas, Alroy memprediksi rata-rata harga jual alias average selling price (ASP) CPO pada kuartal IV-2022 akan lebih rendah dari kuartal ketiga 2022. Dengan begitu, pendapatan dan laba bersih emiten perkebunan sawit akan turun secara kuartalan.
Baca Juga: Tak ubah Target Produksi, Harga Jual CPO Austindo (ANJT) Januari-September Naik 16,8% Namun, emiten yang memiliki umur pohon prima, yakni antara 10-13 tahun masih memiliki peluang untuk mencatatkan pertumbuhan pendapatan dan laba bersih. Pasalnya, pertumbuhan produksi tandan buah segar (TBS) dan CPO emiten dapat menutupi jatuhnya harga jual CPO. Untuk ke depannya, Alroy memprediksi harga CPO kemungkinan akan berada di kisaran RM 3.600 per ton hingga RM 4.400 per ton. Menurutnya, harga CPO tidak akan kembali tinggi mencapai RM 7.000 per ton karena semester pertama 2022 bersifat
high-base sebagai efek dari perang geopolitik Rusia-Ukraina. Dalam riset tanggal 7 November 2022, Analis UOB Kay Hian Sekuritas Leow Huey Chuen dan Jacquelyn Yow juga memperkirakan, harga CPO akan tetap kuat di sisa tahun ini dan memasuki kuartal I-2023. Hal ini didorong oleh produksi yang lebih rendah di Indonesia dan Malaysia, sedangkan permintaan dari China dan India tetap kuat. Dalam jangka pendek, para pemain di industri ini memperkirakan, harga CPO akan berada di kisaran RM 3.500-RM 4.500 per ton. Akan tetapi, untuk setahun penuh 2023, UOB Kay Hian Sekuritas memprediksi harga rata-rata CPO akan lebih rendah dari tahun ini, yakni di RM 4.000 per ton. Pada tahun 2022, harga rata-rata CPO diprediksi sebesar RM 5.200 per ton.
Baca Juga: Tahun Ini, Triputra Agro Persada (TAPG) Optimistis Raih Pertumbuhan Signifikan Ada dua faktor yang membuat harga rata-rata CPO pada 2023 bakal lebih rendah. Pertama, total produksi minyak sayur, terutama minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapeseed yang lebih baik secara tahunan. Riset tersebut memaparkan, Oil World memprediksi, total produksi minyak sayur pada 2023 akan tumbuh 3,5% year on year (yoy), terutama karena kenaikan produksi minyak kedelai dan minyak rapeseed. Alhasil, total persediaan minyak sayur pada tahun 2023 mencapai yang tertinggi dalam lima tahun, yakni 30,8 juta ton dari 29,7 juta ton pada 2022. Oil World meyakini tingkat persediaan yang tinggi hanya diperhitungkan dalam harga CPO, tidak untuk harga minyak kedelai, minyak bunga matahari, dan minyak rapeseed. Hal ini mungkin sedikit membebani harga CPO. Faktor kedua yang akan menekan harga CPO pada 2023 adalah permintaan dari China dan India akan lebih rendah setelah peningkatan persediaan di kuartal keempat 2022. Lesunya permintaan ini setidaknya akan terjadi sampai dengan kuartal I-2023.
Baca Juga: Paspi Klaim Industri Biodiesel Telah Sesuai dengan Aturan Pemerintah UOB Kay Hian Sekuritas juga memaparkan sejumlah katalis lain yang akan memengaruhi sektor perkebunan yang perlu menjadi perhatian investor.
Pertama, perang antara Rusia dan Ukraina yang berlanjut akan mendukung harga minyak sayur. Namun, apabila perang ini berakhir, maka pasar akan dibanjiri oleh pasokan minyak sayur yang sangat besar.
Kedua, permintaan biodiesel dan diesel terbarukan yang lebih tinggi seiring dengan rencana Indonesia yang akan menjalankan program B40 pada 2023. Dengan adanya program B40, Indonesia diperkirakan membutuhkan tambahan 3,5 juta ton minyak sawit. Selain itu, pasar mengharapkan permintaan biofuel yang lebih tinggi dari wilayah Amerika Serikat (AS), Eropa dan Brasil, di mana bahan baku biodiesel mereka sebagian besar berasal dari minyak kedelai dan minyak
rapeseed. AS dapat mencapai rekor tertinggi biodiesel dan tingkat produksi diesel terbarukan pada tahun 2022 (melebihi 10 juta ton) dengan tingkat pada tahun 2023 juga berpotensi lebih tinggi dari tahun 2022.
Baca Juga: Ditopang Harga CPO, Golden Agri Milik Sinarmas Kembali Cetak Rekor Laba Katalis
ketiga yang perlu menjadi perhatian adalah permintaan yang lebih tinggi untuk minyak kedelai pada penggunaan diesel terbarukan untuk produksi bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan. Permintaan biodiesel dan diesel terbarukan yang lebih tinggi dapat menyebabkan konsumsi minyak sayur yang lebih besar dari perkiraan dan mengurangi kekhawatiran risiko resesi. Dalam riset tanggal 10 November 2022, Analis DBS Group Research William Simadiputra menambahkan, diskon harga minyak kedelai dan naiknya permintaan akan membuat harga CPO tetap stabil di sisa tahun 2022. Ia memprediksi, rata-rata harga CPO Malaysia akan berada di US$ 870-US$ 930 per ton (RM 3.961-RM 4.235) pada November-Desember 2022. Hal ini sejalan dengan ekspektasinya yang memperkirakan bahwa harga CPO akan lebih rendah pada semester 2 2022. Sebagaimana diketahui, pada semester 1 2022, harga CPO sempat mencapai titik puncaknya tepatnya pada Maret 2022 yang sebesar US$ 1.820 per ton.
Baca Juga: Sumber Tani Agung (STAA) Catat Kinerja POsitif hingga Kuartal III, Ini Pendorongnya Rekomendasi Saham
1. PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (
STAA) STAA menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi di kuartal ketiga 2022 menyusul peningkatan volume penjualan yang signifikan yang berhasil mengimbangi penurunan ASP. STAA disukai karena praktik perkebunannya yang efektif, antara lain dalam metode pemupukan yang berhasil mengangkat profitabilitasnya. Marjin EBITDA meningkat menjadi 36,6% di sembilan bulan pertama 2022 dari 29,6% di periode sama tahun 2021. Selain antisipasi penyelesaian kilang terintegrasi, tangki penyimpanan dan pelabuhan di Lubuk Gaung diharapkan dapat meningkatkan jumlah operasionalnya lebih lanjut. STAA memiliki laba bersih tertinggi per hektare dari area tertanamnya, mencapai Rp 18,8 triliun di sembilan bulan pertama 2022 dibanding AALI yang hanya Rp 4,2 juta. Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 1.400 per saham Analis Henan Putihrai Sekuritas Alroy Soeparto
Baca Juga: DSNG Berpotensi Raih Rp 30 Miliar dari Penjualan Cangkang Sawit ke Jepang di 2022 2. PT Dharma Satya Nusantara Tbk (
DSNG) DSNG mencatatkan pertumbuhan produksi CPO yang kuat pada kuartal III-2022, yakni mencapai 36,4% secara QoQ yang mampu mengimbangi penurunan ASP sebesar 19,2% QoQ. DSNG juga mampu membukukan pertumbuhan produksi CPO sebesar 5,0% yoy pada sembilan bulan pertama 2022. Padahal, pada semester 1 2022, produksi CPO DSNG tumbuh negatif 13,8% yoy. DSNG memiliki pohon-pohon yang berumur prima dengan rata-rata 12,8 tahun dan diversifikasinya ke produk kayu sudah berkontribusi 12% terhadap laba sebelum pajak pada periode Januari-September 2022. Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 650 per saham Analis Henan Putihrai Sekuritas Alroy Soeparto
Baca Juga: Sektor Perkebunan Tumbuh Positif, Berikut Rekomendasi Saham Emiten CPO 3. PT Astra Agro Lestari Tbk (
AALI) Kinerja keuangan AALI, baik pendapatan dan laba bersih pada triwulan ketiga 2022 sejalan dengan perkiraan DBS Group Research. Hal ini didorong oleh likuidasi stok CPO yang mendorong performa pada kuartal III-2022. Rekomendasi:
Hold Target harga: Rp 9.500 per saham Analis DBS Group Research William Simadiputra
Baca Juga: Saham Sektor Komoditas Masuki Masa Kelabu 4. PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (
LSIP) LSIP mempunyai valuasinya yang murah. Harga LSIP per Jumat (18/11) berada di Rp 1.075 per saham yang mencerminkan PER 6,68 kali. LSIP diprediksi akan diuntungkan oleh penguatan harga minyak sawit di kuartal IV-2022 mengingat LSIP berfokus pada segmen hulu. Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 2.000 per saham Analis DBS Group Research William Simadiputra
Baca Juga: Inilah Saham Jagoan di Tahun Depan 5. PT Triputra Agro Persada Tbk (
TAPG) Usia tanaman TAPG masih relatif muda sehingga produksi TBS diyakini dapat terus tumbuh. Karena umur pohon yang masih prima, TAPG juga mempunyai hasil produksi yang lebih baik daripada pesaing-pesaingnya.
Rekomendasi:
Buy Target harga: Rp 1.125 per saham Analis UOB Kay Hian Sekuritas Leow Huey Chuen dan Jacquelyn Yow Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati