KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja PT Medco Energi Internasional Tbk (
MEDC) diperkirakan tetap positif untuk tahun 2024. Rendahnya biaya produksi dan kepemilikan saham di PT Amman Mineral Internasional Tbk (
AMMN) menjadi pendorongnya. Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama, Kiswoyo Adi Joe mengatakan bahwa kinerja MEDC tergantung dari pergerakan harga minyak dan gas. Namun, di tengah tren penurunan harga minyak, ia meyakini kinerja MEDC masih tetap positif. "Jika dibilang harga minyak turun, sebetulnya tidak, karena ada upaya OPEC+ dan Rusia berupaya menjaga harga tidak turun terlalu dalam," ujar dia kepada Kontan.co.id, Senin (29/7).
Kiswoyo memperkirakan harga minyak dunia di kisaran US$ 70 per barel-US$ 80 per barel. Dus, Kiswoyo memperkirakan MEDC mampu mencetak pertumbuhan laba bersih 5%-10%. Hal itu mengingat biaya produksi MEDC terbilang rendah, yakni di bawah US$ 10 per barel. "Lalu juga memiliki saham di AMMN, sehingga akan mendorong
bottom line," sambungnya.
Baca Juga: Biaya Tunai Rendah dan Diversifikasi Bisnis Mengangkat Prospek Medco Energi (MEDC) Head of Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas menambahkan bahwa MEDC telah mengantisipasi pergerakan harga minyak dan gas dengan 'perjanjian collar. Yakni, sebuah strategi manajemen risiko yang digunakan oleh perusahaan untuk melindungi diri dari fluktuasi harga yang terlalu ekstrem. "Sederhananya, perusahaan ini telah mengunci harga jual (harga
ceiling) dan harga beli (harga
floor) untuk suatu komoditas tertentu dalam jangka waktu tertentu," paparnya. Analis BRI Danareksa Sekuritas, Timothy Wijaya justru berpandangan bahwa kinerja MEDC akan terkoreksi di tahun 2024. Salah satunya karena adanya sedikit penurunan pada
lifting akibat divestasi Ophir Vietnam Block 12W B.V. (OVBV) di bulan April. Pada tahun 2023, Blok 12W memproduksi 2,9MBOEPD. Untuk semester I, dia memperkirakan kinerja MEDC masih akan sesuai estimasinya dan konsensus. Sebab, ia memperkirakan pendapatan MEDC di kuartal II sebesar US$ 557 juta atau 0,6% secara tahunan (YoY) dan 0,1% kuartalan (QoQ) dan laba bersih US$ 89 juta atau melesat 138% YoY dan 13% QoQ. Baru pada semester II, Timothy memperkirakan produksi MEDC akan mengalami penurunan produksi karena adanya pemeliharaan terjadwal di Senoro. Pada tahun 2023, Senoro menghasilkan 20,8MBOEPD. "Hal itu akan mengakibatkan berkurangnya volume lifting dan biaya tunai yang lebih tinggi," katanya.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Migas ditengah Fluktuasi Harga Minyak di Semester II Menurut dia, pada semester II kinerja MEDC akan lebih didorong dari AMMN. Sebab, Amman Mineral akan diuntungkan oleh harga emas dan tembaga yang naik 12% dan 17% QtD dan peningkatan volume penjualan pada kuartal III setelah
commissioning smelter dan perpanjangan izin ekspor yang diharapkan.
BRI Danareksa Sekuritas menurunkan perkiraan produksi MEDC di 2024 menjadi 150MBOEPD atau lebih rendah 9,6% dibandingkan estimasi sebelumnya. Hal itu juga memperhitungkan produksi yang lebih rendah dari blok Corridor karena kepemilikan yang lebih rendah setelah perpanjangan kontrak dan tidak termasuk produksi dari blok Ophir 12W yang baru saja didivestasikan. BRI Danareksa juga menurunkan perkiraan laba bersih MEDC menjadi US$ 327 juta dari US$ 358 juta. Namun, ia tetap merekomendasikan
buy dengan target harga yang lebih rendah menjadi Rp 1.700 dari sebelumnya Rp 1.950. Adapun Kiswoyo merekomendasikan
buy on weakness MEDC dengan target harga Rp 1.500. Sementara untuk jangka pendek, Sukarno merekomendasikan
trading buy dengan target harga Rp 1.405. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati