KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah ketidakpastian ekonomi, pendapatan PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) diprediksi tetap tumbuh secara berkelanjutan yang didorong oleh permintaan KPR yang tinggi. Bahana Sekuritas pun menetapkan target harga BBTN pada Rp 1.950, setara dengan kenaikan 29,14% dibandingkan penutupan saham Senin (21/11). Dalam riset terbarunya, Analis Bahana Sekuritas Yusuf Ade Winoto dan Nathania Giovanna mengatakan permintaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) BTN akan tetap kuat, yang didorong oleh fokus pemerintah dalam penyaluran subsidi perumahan.
Dalam kurun waktu 2016 sampai 2021, subsidi pemerintah ke sektor perumahan terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (
compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 41,2%. Untuk 2022, anggaran subsidi meningkat 13.1% menjadi Rp 25,53 triliun. Untuk 2023 indikatif anggaran subsidi perumahan mencapai Rp 29,53 triliun, meningkat 16,8%. “BBTN menjadi penerima manfaat utama dari pertumbuhan anggaran perumahan subsidi karena porsi KPR subsidi mencapai 48% dari total KPR BBTN,” tulisnya dalam riset tersebut dikutip, Selasa (22/11). KPR memiliki porsi sekitar 90% dari seluruh kredit BBTN.
Baca Juga: Gandeng 34 Developer, Bank Tabungan Negara (BBTN) Tawarkan Bunga KPR 2,47% Program subsidi perumahan bernama Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), dikelola oleh badan pemerintah bernama BP Tapera. Melalui program ini, BBTN mendapatkan pendanaan dari BP Tapera sebesar 75% dan 25% diperoleh dari Sarana Multigriya Finansial (SMF). Dari dana BP Tapera, biaya dana (
cost of fund) hanya 0,5%, sementara untuk dana dari SMF biaya dananya 4,45%. Secara keseluruhan
cost of fund dari program FLPP hanya 1,5%. Program KPR FLPP mengenakan bunga sebesar 5% sehingga
spread margin bagi BBTN sebesar 3,5% Yusuf dan Nathania mengatakan bahwa BBTN bisa mengamankan porsi terbesar dari KPR FLPP karena memiliki hubungan yang kuat dengan pengembang, khususnya pengembang perumahan murah. Faktor lainnya adalah pengalaman panjang di bisnis KPR, proses bisnis yang mapan dan mencapai skala ekonomi yang tinggi serta nasabah yang besar dan setia. Riset Bahana juga menyatakan bahwa BBTN juga diuntungkan oleh tren yang kuat dari permintaan KPR. Hal ini tercermin dari rasio KPR terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat secara bertahap, dari 2,5% pada 2011 menjadi 3,5% pada 2021. Di industri perbankan KPR juga terus meningkat secara konsisten dengan CAGR 11,6% pada periode 2011-2021.
“BBTN berhasil mendongkrak pangsa pasar di industri KPR, dari 24,6% di tahun 2011 menjadi 37,4% di tahun 2021,” ujarnya. Dalam riset yang sama, Bahana Sekuritas menyatakan struktur pendanaan BBTN masih memiliki ruang untuk menjadi lebih efisien dengan aset yang berkualitas. Dengan transformasi cabang menjadi fokus pada penjualan dan layanan, BBTN mampu meningkatkan rasio tabungan dan giro (
current account saving account/CASA) terhadap total dana pihak ketiga. Pertumbuhan DPK banyak terjadi pada produk giro segmen komersial. Dengan peningkatan CASA,
cost of fund BBTN turun signifikan, dari 5,7% pada 2019 menjadi 2,4% pada akhir September 2022. “Bank terus mengembangkan produk dan layanan untuk peningkatan CASA dam DPK melalui layanan mobile banking dan cabang virtual. Rasio CASA terhadap DPK diprediksi mencapai 44,3% pada 2023," tambahnya. Riset Bahana menyatakan BBTN juga akan terus memperkuat modal intinya sambil berupaya untuk menurunkan pinjaman bermasalah (
net performing loan/NPL). Dalam penguatan modal, BBTN akan menggelar
rights issue pada Desember 2022 mendatang. Saat ini manajemen sedang dalam proses untuk melakukan penetapan harga akhir dan struktur
rights issue. Target dana dari
rights issue adalah Rp 4,13 triliun, setara dengan 19,1% dari ekuitas dan 25,5% dari kapitalisasi pasar. Dana dari
rights issue akan meningkatkan rasio kecukupan modal (
capital adequacy ratio/CAR) menjadi 19%-20%.
Baca Juga: Suku Bunga BI Naik Lagi, Berapa Bunga KPR Bank Sekarang? Sebagai pemegang saham pengendali BBTN, dengan porsi kepemilikan sebesar 60%, pemerintah menyatakan siap menyerap seluruh
rights senilai Rp 2,48 triliun melalui penyertaan modal negara (PMN). Sementara dalam penyelesaian NPL, BBTN berencana untuk melakukan penjualan aset secara massal. “Ini akan memungkinkan BBTN untuk melepas sejumlah besar aset bermasalah untuk mengurangi
loan at risk (LAR) secara signifikan,” tulis riset Bahana. Nilai aset yang akan dilepas sebesar Rp 1,07 triliun dan akan menurunkan biaya pencadangan senilai Rp 700 miliar. Program ini juga akan menurunkan NPL sebesar 0,06% dan LAR sebesar 0,18%. Skema pelepasan aset ini akan melibatkan
special purpose vehicle yang akan menjual aset tersebut kepada investor dan hasilnya akan digunakan untuk membeli surat berharga syariah atau sukuk yang diterbitkan pihak lain. Menurut Bahana, program ini sedang menunggu persetujuan dari regulator dengan target penyelesaian pada kuartal IV-2022.
Bahana memberikan rekomendasi beli untuk saham BBTN dengan target harga 12 bulan pada Rp 1.950. Nilai ini setara dengan kenaikan 29,14% dibandingkan harga saham BBTN yang ditutup di level Rp 1.510 pada Senin (21/11). Target harga dari Bahana tersebut setara dengan 0,75x nilai buku (
price to book value) atau di bawah 1x nilai buku. Target nilai buku dari BBTN ini lebih rendah dibandingkan
peer group karena BBTN memiliki rasio intermediasi (
loan to deposits ratio) yang tinggi dan
net interest margin (NIM) yang rendah. Namun, Bahana menekankan harga saham BBTN saat ini sudah cukup murah karena emiten ini memiliki prospek jangka panjang yang menarik. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari