KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Memasuki pekan terakhir tahun 2022, Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) diperkirakan sulit melesat. IHSG parkir di posisi 6.800,67 usai ambles 0,35% pada Jumat (23/12), mengakumulasi pelemahan 3,58% dalam sebulan terakhir. Harapan dari sentimen
santa claus rally hingga
window dressing yang semula berkilau, kini memudar. Sejumlah analis menaksir IHSG masih bisa menguat pada pekan akhir 2022, meski akan sulit untuk bisa menembus kembali level 7.000. Equity Research Analyst Phintraco Sekuritas Rio Febrian belum melihat adanya sinyal kuat datangnya
window dressing. Volume transaksi yang cenderung menurun di akhir pekan lalu, justru mengindikasikan potensi konsolidasi di pekan penutup 2022.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), volume transaksi harian rata-rata pekan lalu turun 36,63% menjadi 18,10 miliar saham. Sedangkan nilai transaksi harian melorot 30,40% menjadi Rp 10,58 triliun. Rio juga menyoroti hari perdagangan yang lebih pendek di pekan ini. Sebab, ada libur natal dan
boxing day di mayoritas negara Eropa dan Amerika Serikat (AS) pada Senin (26/12). Tanpa ada arahan dari Wall Street dan mayoritas indeks Eropa di awal pekan, berpotensi meningkatkan
wait and see pelaku pasar.
Baca Juga: Punya Prospek Positif, Cek Rekomendasi saham dan Prediksi Kinerja BBNI Tahun 2023 Jika kecenderungan aksi beli bersih
(net buy) investor asing berlanjut pada pekan ini, maka potensi
rebound IHSG ke kisaran 6.900-6.950 masih terbuka. Meski begitu, untuk kembali ke level 7.000 terbilang masih sulit. Oleh sebab itu, target realistis IHSG pekan akhir tahun ini berada di rentang
support 6.720 dan
resistance 6.880. "Masih ada potensi
window dressing walaupun kecenderungannya sangat terbatas. "Sulit untuk tembus ke level 7.000, karena sejauh ini sentimen pemberatnya lebih dominan," kata Rio kepada Kontan.co.id, Minggu (25/12). CEO Edvisor.id Praska Putrantyo turut melihat langkah berat IHSG menembus level 7.000. Begitu juga untuk mencetak
return positif pada bulan Desember 2022. Apalagi jika aksi jual investor asing kembali terjadi. Praska memprediksi IHSG sepekan ke depan akan menguat dengan rentang pergerakan 6.754-6.941. Ekspektasi pasar terhadap momentum
window dressing di penutup tahun 2022 masih bisa menjadi penopang penguatan IHSG.
Baca Juga: Lokal Mendominasi, Investor Pasar Modal Diprediksi Tumbuh Hingga 30% di 2023 Di sisi lain, langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan sebesar 25
basis points (bps) menjadi 5,5% sudah direspons oleh pasar saham. Pergerakan konsolidasi IHSG yang mampu
rebound dari level terendah di 6.649 dalam dua pekan terakhir. Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo melihat ruang penguatan sepekan ke depan. Hanya saja, Wisnu pesimistis untuk IHSG bisa menembus ke level 7.000 di akhir 2022. Target IHSG akhir tahun ada di 6.900, sedangkan pada awal 2023 berpeluang kembali menembus 7.000. Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menambahkan, pada pekan akhir 2022, nyaris tidak ada sentimen data ekonomi penting yang ditunggu oleh investor. Sehingga gerak saham akan lebih didorong oleh aksi
trading investor terhadap setiap sahamnya. Dalam skema optimistis, Nico menyoroti secara fundamental sejumlah indikator ekonomi Indonesia masih bagus. Apalagi ditopang oleh langkah BI sesuai ekspektasi konsensus. Secara teknikal, saat ini indikator MACD sudah masuk ke
golden cross yang mengindikasikan sinyal
time to buy.
Baca Juga: Peta Big Caps Terbaru: Gojek Tokopedia (GOTO) Keluar, Bayan (BYAN) Masuk 10 Besar Selain itu, indikator Parabolic SAR sudah berada di bawah candlestick IHSG, sehingga menandakan akan ada
uptrend. Hanya saja, untuk mengundang
window dressing dan mengembalikan IHSG ke level 7.000, ada sejumlah kondisi yang mesti terpenuhi. Nico membeberkan,
window dressing bisa dianggap terjadi jika IHSG bulan Desember berkinerja positif dibandingkan bulan November. IHSG bulan November di level 7.081, sedangkan saat ini IHSG ada di level 6.800. Dengan kata lain, untuk mencapai level di atas 7.081, minimal butuh penguatan kinerja sebesar 4,15% dalam sepekan. Merujuk data historis pada lima tahun terakhir, gerak IHSG dalam pekan akhir bulan Desember maksimal menguat 2,79%. "Potensi penguatan 4,15% dalam sepekan memang masih bisa, tapi untuk mencapai level tersebut butuh beberapa kondisi. Seperti investor asing yang Kembali mencatat
net buy ke pasar saham domestik. Asing akan jadi penentu," terang Nico. Menimbang hal itu, Nico memprediksi
resistance IHSG di pekan akhir 2022 ada di 7.015. Jika berhasil ditembus, bisa mencapai
resistance berikutnya di 7.090. Sedangkan area
support berada di 6.775.
Baca Juga: Perdagangan BEI Sepi Dua Pekan Jelang Tahun Baru Meski IHSG Hanya Turun 0,17% Rekomendasi Saham
Dalam kondisi saat ini, Nico mengingatkan adanya momentum
time to buy. Secara valuasi, berdasarkan data
price to earing ratio (PER) khususnya pada saham indeks LQ45 selama tiga tahun terakhir, valuasi rata-rata saham
blue chip tersebut terbilang murah. Nilai PER saat ini ada di 6,56x, lebih murah dibandingkan rata-rata 13,12x. Menurut Nico, kondisi ini menandakan waktunya
time to buy di pekan terakhir 2022 untuk memaksimalkan cuan menuju January Effect pada awal tahun 2023. Pelaku pasar bisa mencermati saham energi di LQ45 seperti PT Adaro Energy Indonesia Tbk (
ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (
PTBA). Selanjutnya, meski valuasi di atas rata-rata industri perbankan, tapi dengan fundamental yang sangat solid saham PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) menjadi pilihan Nico. BBCA menarik dikoleksi dengan
support Rp 8.425 dan
resistance Rp 8.875. Kemudian, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI) dengan
support Rp 4.850 dan
resistance Rp 5.000, serta PT Unilever Indonesia Tbk (
UNVR) dengan
support Rp 4.740 dan
resistance Rp 4.930.
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Turun pada Perdagangan Senin (26/12) Rio juga menjagokan saham-saham di LQ45. Pelaku pasar bisa mempertimbangkan
buy on support pada saham BBCA, BBRI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF), dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (
INDF).
Praska merekomendasikan buy sejumlah saham untuk jangka pendek - menengah. Sektor unggulannya adalah perbankan yakni BBCA dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (
BDMN). Kemudian, saham batubara seperti PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (
ITMG). Rekomendasi selanjutnya adalah saham sektor barang baku semen seperti INTP dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (
SMGR). Lalu, sektor barang baku logam yakni PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM). Sedangkan Wisnu menyarankan pelaku pasar untuk mencermati saham di sektor energi,
consumer non-cyclicals dan sektor keuangan. Menurutnya, saham di sektor ini bisa dipertimbangkan untuk jangka pendek - menengah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati