Intip Rekomendasi Saham Emiten Energi di Tengah Kenaikan Harga Minyak dan Batubara



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat lesu, harga komoditas energi seperti batubara dan energi mulai menghangat. Untuk batubara misalnya, harga batubara Newcastle untuk kontrak perdagangan November 2023 berada di level US$ 167,90 per ton pada perdagangan Rabu (20/9). Harga batubara sudah naik 3,32% sejak awal bulan.

Pun demikian dengan harga minyak yang cenderung menguat sepanjang bulan ini. Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak perdagangan November 2023 masih stabil di atas level US$ 80, tepatnya di level US$ 88,70 per barel. Harga minyak WTI sudah menguat 6,91% sejak awal bulan.

Penguatan harga komoditas energi menyulut pergerakan harga sejumlah saham berbasis energi, yang tercermin dari pelemahan indeks sektor energi (IDX ENERGY) yang semakin menipis. Per Rabu (20/9), indeks yang berisikan saham-saham komoditas energi ini hanya melemah 4,84% sejak awal tahun.


Nasib IDX ENERGY kini lebih baik dari IDX HEALTHCARE yang melemah 8,06% dan IDX TECHNOLOGY yang melemah 15,60%.

Sejumlah saham komoditas juga mulai masuk ke zona hijau dalam sebulan, sebut saja PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO),  PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), dan PT Elnusa Tbk (ELSA).

Baca Juga: Permintaan Emas Solid, Begini Prospek Saham Aneka Tambang (ANTM)

Kepala Riset Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, kenaikan saham-saham ini sejalan dengan penguatan harga komoditas batubara dan minyak. Terawang dia, kenaikan harga komoditas bisa berlanjut, terutama harga minyak seiring dengan pengetatan produksi.

“Dan secara tidak langsung batubara bisa mengikuti (menguat) karena berperan sebagai energi pengganti selain minyak,” kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Kamis (21/9).

Senada, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan menilai, penguatan harga minyak saat ini lebih dikarenakan oleh pemangkasan supply minyak global oleh OPEC+.  Pemangkasan ini lebih dipicu oleh ekspektasi OPEC+ atas aktivitas ekonomi China yang tahun ini cenderung melambat.

“Untuk minyak, arah pergerakannya masih ada tendensi peningkatan, namun terbatas,” terang Rizkia kepada Kontan.co.id, Kamis (21/9).

Sementara itu, dia memperkirakan permintaan batubara Indonesia masih cukup tinggi, terutama dari China, India, dan Vietnam. Impor batubara jangka pendek China dinilai tetap prospektif di tengah terbatasnya produksi batubara di negara tersebut. Ditambah konsumsi listrik yang lebih tinggi, dan terhambatnya pembangkit listrik tenaga air.  

Di India, sedikitnya curah hujan membuat output dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) melemah, sehingga meningkatkan permintaan energi dari pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batubara.  Sementara itu, Vietnam terpantau terus meningkatkan impor batubaranya.

Secara kumulatif, impor batubara Vietnam pada bulan Januari-Juni mencapai sekitar 24,2 juta ton, naik dari sebelumnya hanya 16,7 juta ton di periode yang sama tahun lalu.

 
MEDC Chart by TradingView
“Menimbang  dinamika global saat ini, termasuk potensi krisis pasokan di Australia dan lesunya produksi dalam negeri di China dan India, serta peningkatan konsumsi listrik, kami melihat potensi peningkatan permintaan batubara Indonesia,” kata Rizkia.

Dalam jangka pendek, Rizkia mengantisipasi harga batubara akan tetap bertengger pada level yang relatif tinggi. Mirae Asset Sekuritas punya tiga skenario harga batubara hingga akhir tahun.

Pertama, bear skenario di mana harga batubara Newcastle diperkirakan berada di level US$ 165 per ton.

Kedua, base skenario dengan proyeksi harga Newcastle US$ 175 per ton. Ketiga, bull skenario dengan asumsi harga batubara US$ 185 per ton.

Potensi peningkatan permintaan dan kenaikan harga memang dapat mendukung  laba bersih emiten tambang batubara. Namun, Rizkia menilai kenaikan harga minyak dapat meningkatkan biaya tunai atau cash cost emiten batubara. Perlu diingat bahwa biaya bahan bakar menyumbang sekitar 20% dari cash cost emiten penambang.

Oleh karena itu, Rizkia menyematkan rating netral terhadap sektor batubara Indonesia.

Baca Juga: Perusahaan Terkendali Milik Merdeka Copper (MDKA) Gelar Transaksi Afiliasi Rp 4,99 M

Mirae Asset Sekuritas merekomendasikan hold saham ADRO, hold saham PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan hold saham PT Indo Tambangraya megah Tbk (ITMG) dengan target harga masing-masing Rp 2.795, Rp 2.875, dan Rp 30.400 per saham.

Sementara untuk saham PT Harum Energy Tbk (HRUM), Mirae Asset Sekuritas menyematkan rating buy dengan target harga Rp 2.150 per saham.

Menurut Sukarno, pelaku pasar masih bisa melakukan trading buy untuk  saham-saham berbasis energi selama masih dalam tren kenaikan dan harga komoditasnya masih berlanjut.

Namun, untuk saham-saham yang terkoreksi hari ini seperti ELSA dan MEDC bisa menunggu momentum sinyal muncul kembali. Investor bisa juga mencicil beli di area yang dianggap support kuat atau buy on weakness (BoW).

Analis Samuel Sekuritas Indonesia Muhammad Farras Farhan merekomendasikan buy saham MEDC dengan target harga Rp 2.200 per saham. Dengan harga minyak global yang sempat naik kembali ke kisaran US$ 91 per barel, Farras cukup optimistis terhadap prospek bisnis minyak dan gas (migas) serta ketenagalistrikan yang dijalankan MEDC.

Mengingat kemungkinan pengurangan pasokan lebih lanjut dari OPEC+ dan penurunan persediaan minyak AS, Farras mengasumsikan harga minyak  sebesar US$ 85 per barel untuk tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari