KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Potensi lonjakan inflasi menyeruak di tengah harga barang kebutuhan pokok dan energi yang menanjak. Kondisi ini turut membayangi pasar dan bisa membawa sentimen negatif bagi sejumlah saham. Head of Research InvestasiKu Cheril Tanuwijaya menyoroti laju harga barang pokok seperti beras serta harga minyak bumi yang menjadi katalis penting terhadap inflasi. Dalam sebulan terakhir, harga minyak mentah melaju lebih kencang sekitar 15%, dibanding kenaikan bulan Juli ke Agustus yang sekitar 10%. Harga minyak mentah dunia saat ini bahkan sudah kembali menembus di atas US$ 90 per barel. Di sisi lain, harga beras akan membawa dampak yang lebih besar bagi inflasi domestik. Belakangan, tren harga beras sedang menanjak di sejumlah daerah.
Saham yang Sensitif vs Tahan Banting
Cheril mengingatkan pasar saham cenderung tidak menyukai inflasi tinggi. Tapi dia sepakat, dampak terhadap pasar saham akan minim jika kenaikan inflasi masih dalam rentang target BI. Hanya saja, kenaikan inflasi akan membawa sentimen negatif bagi sejumlah saham. Terutama pada saham-saham emiten barang & jasa konsumsi non-primer (consumer cyclicals). Khususnya bagi emiten yang menjual produk kebutuhan sekunder bahkan tersier. "Karena pengaruh penurunan daya beli masyarakat, di mana masyarakat akan memprioritaskan kebutuhan pokok di tengah kenaikan harga," sebut Cheril. Baca Juga: Simak Daftar Emiten yang Memiliki Relasi Dengan Bursa Karbon Senada, Martha berpandangan jika inflasi tinggi berlangsung berbulan-bulan, maka kondisi ini akan menjadi katalis negatif bagi sektor siklikal. "Karena menurunkan daya beli masyarakat untuk produk non-primer," sebutnya. Secara sektoral, IDX consumer cyclicals sedang turun paling dalam. Pada perdagangan Selasa (19/9), indeks saham sektor ini anjlok 1,32% saat mayoritas sektor mengalami penguatan. Melanjutkan kinerja merah pada Senin (18/9), di mana IDX consumer cyclicals ambles 2,32%. Katarina mengamini, sektor yang sensitif terhadap perubahan daya beli masyarakat terpapar risiko lebih tinggi dari kenaikan inflasi. Namun, Katarina justru melihat sektor konsumer primer (non-siklikal) yang lebih berisiko terhadap kenaikan inflasi. Alasannya, konsumen di sektor ini cenderung sensitif terhadap perubahan harga yang mendorong untuk lebih berhemat dengan membeli lebih sedikit atau mencari substitusi yang lebih murah (downtrading). "Belum lagi kenaikan harga komoditas bahan baku produksi perusahaan yang naik dapat menggerus marjin," kata Katarina. Di sisi lain, sektor konsumer siklikal yang menyasar ke konsumen menengah-atas lebih tidak sensitif terhadap perubahan harga sehingga cukup resilience terhadap inflasi. "Jadi investor dapat mencermati karakter konsumen dari emiten tersebut untuk menilai dampak dari inflasi terhadap sahamnya," terang Katarina. Sementara itu, Analis Saham Rakyat by Samuel Sekuritas Billy Halomoan menyarankan pelaku pasar untuk menghindari terlebih dulu saham sektor consumer cyclicals maupun non-cyclicals. Dalam momentum ini, investor lebih baik mencermati saham sektor energi yang sedang bullish seperti pada batubara dan minyak bumi."Strategi lainnya investor saat ini bisa melakukan buy on weakness di saham-saham bigcaps, khususnya perbankan karena harganya yang sedang terkoreksi," kata Billy.
AMRT Chart by TradingView