KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) merosot 0,22% year to date hingga penutupan perdagangan Jumat (9/8) ke posisi 7.256,996. Lantas bagaimana prediksi IHSG hingga akhir tahun 2024?
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Nafan Aji Gusta menilai arah IHSG hingga akhir tahun dipengaruhi oleh faktor fundamental makro domestik yang solid, suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), serta kepastian politik dan keamanan dalam negeri. Sementara itu, dari sisi global, IHSG juga dipengaruhi oleh potensi Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed yang akan melakukan kelonggaran kebijakan moneter dimulai pada September 2024 mendatang.
Disisi lain juga dengan dinamika politik dan keamanan, misalnya terkait Pemilu (AS) di 5 November nanti dan perang yang terjadi di Timur Tengah dan Eropa yang akan mempengaruhi kondisi pasar. "Jadi seperti itu gambaran singkat terkait faktor yang berkaitan dengan makro," kata Nafan kepada Kontan, Minggu (11/8). Baca Juga:
IHSG Rawan Terkoreksi pada Senin (12/8), Cek Rekomendasi Sahamnya Kemudian, pada data mikro berkaitan dengan laporan kinerja keuangan emiten pada kuartal III-2024 dan kuartal IV-2024. Dirinya memproyeksikan kinerja emiten akan relatif tumbuh positif baik dari sisi
top line maupun
bottom line. "Itu saja faktor umum, namun krusial terhadap
market," ujarnya. Dalam risetnya, Nafan memproyeksikan IHSG akan mencapai di level 7.585 hingga akhir tahun. Sementara itu, Nafan juga bilang, apabila the Fed benar mengumumkan penurunan suku bunga acuan pada September mendatang, maka otomatis rupiah akan menguat. "Kalau benar-benar suku bunga acuan telah diturunkan pada
FOMC meeting pada bulan-bulan berikutnya, tentu ini akan membuat posisi rupiah akan terapresiasi. Nanti jadinya BI juga akan mengikuti langkah yang sama terhadap The Fed," ujarnya. "Kecenderungannya lebih kepada apresiasi, atau dalam hal ini kita lihat USD IDR-nya memang sejatinya sudah berpotensi akan lebih
bearish," tambahnya. Ditambah lagi, data makro ekonomi dalam negeri yang hasilnya di atas ekspektasi. Kondisi ini menggambarkan bahwa fundamental ekonomi Indonesia relatif kuat dan membuat rupiah terapresiasi dengan baik. "Ya ini tentunya juga biasanya memiliki korelasi positif dengan penguatan antara rupiah, IHSG, dan
volatility index misalnya. Kalau
volatility index relatif melandai, tentunya ini membuat posisi rupiah dan IHSG terapresiasi," jelasnya. Nafan menambahkan bahwa pasar optimistis akan terjadi
soft landing apabila The Fed benar-benar mulai menerapkan
pivot policy. "Jadi tren suku bunga acuan akan mulai pada September hingga seterusnya tahun depan," terangnya.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus memproyeksikan sampai dengan akhir tahun IHSG berpotensi mengalami kenaikan. "IHSG diproyeksikan mencapai 7.350 - 7.460 hingga akhir tahun," kata Nico kepada Kontan, Minggu (11/8) malam. Baca Juga:
Awal Agustus 2024, BI Catat Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,62 Triliun Nico berpendapat ada sejumlah sentimen positif yang membuat IHSG berpotensi mengalami kenaikan, misalnya potensi penurunan tingkat suku bunga The Fed, potensi penurunan harga minyak, momentum pemilihan kepala daerah, pelantikan Presiden baru dan pemilihan jajaran kabinet serta potensi penurunan suku bunga acuan dari BI. Sementara untuk sentimen negatif dipengaruhi oleh tensi geopolitik, volatilitas Pemilu AS dan narasi resesi AS. Nico juga mengungkapkan sejumlah strategi yang dibutuhkan untuk para investor hingga akhir tahun, antara lain investor perlu menentukan persepsi berdasarkan data yang ada dan tidak boleh terbawa narasi, menentukan durasi investasi dan perlu mencocokkan dengan profil risiko. Kemudian, para investor perlu menyesuaikan investasi dengan profil risiko dan memperhatikan fundamental saham. "Setiap penurunan sebuah kesempatan, setiap kenaikan sebuah harapan," tuturnya.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menyampaikan bahwa IHSG kemungkinan besar di atas level 7.000 apabila rupiah berada di bawah Rp 16.000 per dolar AS. "Hampir pasti di atas 7.000. Sangat mungkin antara 7.500-7.600 jika rupiah di kisaran Rp 15.500 per dolar AS. Jika rupiah lebih lemah daripada itu, mungkin IHSG di bawah 7.500," kata Budi kepada Kontan, Minggu (11/8) malam. Budi juga menerangkan strategi yang perlu dicermati para investor di tengah berbagai katalis ke depan, yakni tetap selektif dalam membeli saham sesuai dengan analisisnya dan tidak ikut-ikutan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari