Intip Strategi Investasi Logam Industri di Tengah Pelemahan Harga



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah pelemahan harga logam industri, investor dinilai dapat memanfaatkan momentum buy on weakness. Hal ini sejalan dengan prospeknya yang masih cukup positif.

Berdasarkan data Trading Economics pada Rabu (24/7) pukul 18.05 WIB, harga timah mencetak penurunan terbesar dalam sebulan terakhir, sebesar 8,73% ke US$ 29.888 per ton. Disusul alumunium sebesar 7,55% ke US$ 2.308 per ton dan nikel sebesar 6,88% ke US$ 15.968 per ton.

Sementara untuk tembaga LME berdasarkan Bloomberg berada di US$ 9.166 per ton per Selasa (23/7). Harga itu telah turun 4,81% dari awal bulan Juli di US$ 9.630 per ton.


Baca Juga: Harga Logam Industri Dinilai Sulit Menanjak

Pengamat komoditas dan Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono mengatakan bahwa 'outlook' harga logam industri masih cukup seimbang dari sentimen positif dan negatif. Risiko dari harga logam industri datang dari lambatnya pemulihan ekonomi China yang berpotensi menekan permintaan.

Sementara untuk sentimen pendukungnya dari pelemahan dolar Amerika Serikat (AS), sejalan dengan ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed.

"Cut rate hanya masalah waktu, sehingga dolar AS akan melemah dan berpotensi mendorong harga logam ke depan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7).

Selain itu, stimulus untuk sektor properti dari pemerintah China dan gangguan pasokan dilihat dapat mendongkrak harga logam industri.

Baca Juga: Harga Aluminium Turun ke Level Terendah Hampir 4 Bulan

Pembatasan perdagangan seperti larangan baru-baru ini terhadap logam asal Rusia di bursa komoditas utama di AS dan Inggris, berpotensi memperketat pasokan aluminium dan tembaga.

Pemangkasan produksi dan gangguan di Amerika Selatan juga diantisipasi akan memengaruhi pertumbuhan pasokan tembaga global tahun ini.

Lalu, pasokan timah diperkirakan akan menghadapi kendala karena pembatasan ekspor yang diberlakukan pada bulan Februari oleh Myanmar dan penundaan perizinan yang sedang berlangsung di Indonesia. Adapun kedua negara tersebut menyumbang 40% dari produksi timah global.

Sementara itu, produksi nikel global diproyeksikan meningkat pada tahun 2024, menyusul kenaikan 11% YoY pada tahun 2023.

"Peningkatan produksi nikel yang berkelanjutan, terutama dari Indonesia, didorong oleh lonjakan investasi peleburan, sebagian besar dari Tiongkok, dan didukung oleh insentif pemerintah dan larangan ekspor bijih nikel," paparnya.

Baca Juga: Harga Tembaga Turun ke Level Terendah 3 Bulan, Dipicu Ketiadaan Stimulus dari China

Dari berbagai hal itu, Wahyu memproyeksikan pada akhir tahun harga timah akan berada di US 34.000 per ton. Lalu, alumunium US$ 2.500 per ton, nikel US$ 17.000 per ton, dan tembaga US$ 10.000 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto