KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan mengurangi penerbitan Surat Utang Negara (SUN) untuk sisa tahun ini. Hal tersebut karena menilai penerimaan negara yang sudah cukup memadai. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana mengurangi pembiayaan utang tahun ini sebesar Rp 289,9 triliun, atau menurun 41,6% dari target yang sebesar Rp 696,3 triliun. Pembiayaan utang pemerintah biasanya berasal dari dua sumber, yakni penerbitan surat berharga negara (SBN) atau berupa pinjaman. Direktur Batavia Prosperindo AM Eri Kusnadi memandang positif langkah pemerintah dalam mengurangi pembiayaan utang. Hal itu menunjukkan kesehatan fiskal Indonesia dan mengurangi risiko suplai, sehingga
yield SUN akan cenderung lebih terjaga stabil.
Kondisi pasar surat utang tanah air sendiri dinilai cukup stabil dan kondusif. Dimana, obligasi pemerintah dan obligasi korporasi memiliki karakternya masing-masing, sehingga tujuan pemanfaatannya bisa sedikit berbeda.
Baca Juga: Pemerintah Rem Penerbitan Surat Utang, Ini Efeknya ke Reksadana Berbasis Obligasi Eri mengatakan, apabila ingin memanfaatkan pergerakan imbal hasil akan lebih signifikan di SUN. Nah, jika ingin memanfaatkan besaran
yield maka seharusnya lebih condong ke obligasi korporasi. Sebagai salah satu Manajer Investasi (MI), Batavia AM cenderung mengambil tenor atau jangka waktu lebih pendek untuk obligasi korporasi, yang lebih memanfaatkan tingkat
yield-nya. Sedangkan, obligasi pemerintah mengambil tenor lebih panjang untuk memanfaatkan pergerakan yield. “Kinerja masing-masing kelas aset akan bergantung pada strategi dan selera risiko dari MI dan produk tersebut,” jelas Eri kepada Kontan.co.id, Kamis (6/7). Eri mengungkapkan, reksadana saham sebenarnya masih bisa memberikan
return yang cukup bersaing dengan reksadana pendapatan tetap kelolaan Batavia AM. Tetapi, secara umum kelas aset obligasi lebih konstruktif karena menyongsong siklus penurunan suku bunga. Demikian pula, kinerja perusahaan akan cenderung positif pada saat bunga menurun yang berkaitan dengan obligasi korporasi. Namun, sebelum bunga menurun masih ada kekhawatiran bunga tinggi dapat memukul perekonomian khususnya di Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Infovesta Kapital Advisori, reksadana pendapatan tetap mencetak imbal hasil ataupun
return tertinggi sebesar 3,62% di sepanjang tahun ini alias secara
year to date (YtD) per 27 Juni 2023. Disusul, kinerja reksadana pasar uang yang mencetak
return 1,88% YtD dan reksadana campuran dengan
return sebesar 1,68% YtD . Sementara, reksadana saham terpantau koreksi 0,57% YtD.
Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), Ezra Nazula mengatakan, pengelolaan reksadana pendapatan tetap Manulife masih akan berinvestasi pada aset SBN. Hal itu karena surat utang pemerintah dianggap memiliki likuiditas yang cukup tinggi di pasar sekunder, walaupun penerbitan SBN oleh pemerintah berkurang. “Kami juga akan diversifikasi ke obligasi korporasi yang berkualitas tinggi untuk tujuan peningkatan imbal hasil portofolio,” ungkap Ezra kepada Kontan.co.id, Kamis (6/7).
Baca Juga: Dana Investasi BPJS Ketenagakerjaan Capai Rp 661 Triliun, Terbanyak di SUN Menurut Ezra, obligasi korporasi ataupun obligasi pemerintah sebenarnya keduanya menarik. Jadi, Manulife menyeimbangkan alokasi obligasi pemerintah dengan obligasi korporasi untuk menghasilkan hasil optimal. Aset SBN dimanfaatkan untuk potensi
capital gain dengan melihat suku bunga yang telah mencapai puncak, dan obligasi korporasi untuk imbal hasil atau kupon yang lebih menarik di atas SBN. Ezra menuturkan, Manulife menerapkan strategi manajemen aktif untuk reksadana pendapatan tetap dan akan meracik portofolio sesuai dengan kondisi pasar agar dapat memberikan hasil optimal untuk para investor.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan, kalau ketersediaan berkurang sementara permintaan bertambah, maka akan meningkatkan harga obligasi. Hal itu sesuai hukum
supply dan
demand. Harga obligasi diperkirakan akan naik karena adanya pandangan bahwa suku bunga akan turun ke depan. Sebaliknya,
yield surat utang pemerintah diperkirakan bergerak turun. “Bisa jadi
yield SUN yang selama ini bergerak di kisaran 6%-7% menjadi di bawah 6%, ucap Rudiyanto. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi