KONTAN.CO.ID - JAKARTA.
Mindset berinvestasi sudah tertanam di jiwa seorang Vincent Saputra sejak belia. Perkenalan Vincent dengan dunia investasi bermula saat dia duduk di bangku sekolah dasar (SD). Kala itu, dia gemar mengoleksi permainan kartu tukar
(trading card) edisi khusus untuk dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. “Saya beli, di-
hold beberapa lama dan ketika harganya naik maka langsung saya lepas,” kenang pria yang saat ini menjabat sebagai Direktur PT RMK Energy Tbk (
RMKE). Dari sana, secara perlahan Vincent mendalami dunia investasi. Seusai menyelesaikan bangku kuliah, tepatnya pada 2011, Vincent mulai masuk ke instrumen emas dan obligasi, tepatnya Obligasi Negara Ritel atau ORI. Instrumen ORI dipilih karena menawarkan
return sekitar 6% sampai 7%, dibandingkan dengan tabungan yang hanya menawarkan
return tidak lebih dari 2%.
Vincent kala itu belum memutuskan masuk ke instrumen saham. Sebab, dunia persahaman lekat kaitannya dengan stigma
gambling. Barulah sekitar tahun 2012, Vincent mulai masuk ke instrumen saham. Salah satu pertimbangannya adalah
return yang dihasilkan oleh emas dan ORI cukup minim. Sementara saham menawarkan imbal hasil yang cukup lumayan.
Baca Juga: Harga Melorot, Manajer Investasi Jual Saham GOTO, Investor Ritel Harus Apa? Kini keranjang investasi Vincent sudah beragam. Untuk emas, saat ini Vincent mengaku proporsi terhadap total investasinya tidak terlalu banyak. Ini karena
return yang dihasilkan emas cukup minim. Walaupun harga emas sempat melonjak akibat goncangan ekonomi global, Vincent menilai kondisi tersebut bukan sesuatu yang normal dan lazim. “Inilah sebabnya portofolio emas saya hanya 10%,” tutur pria asal Jakarta ini. Kemudian, sekitar 50% investasi Vincent berupa obligasi, baik obligasi dalam negeri maupun di luar. Sisanya, sekitar 40% dia tempatkan di instrumen saham. Kini dia memegang saham di sejumlah sektor, seperti komoditas hingga sektor manufaktur yang memiliki model bisnis dan potensi usaha yang menjanjikan. Vincent juga menempatkan investasinya di saham sektor perbankan big caps dan saham emiten perbankan regional yang menawarkan
dividend yield dua digit. Vincent bercerita, dirinya pernah meraup cuan hingga 600% dalam jangka waktu kurang dari satu tahun. Cuan ini dia dapatkan dari saham energi yang dipegang pada 2021, yang kala itu ketiban berkah sentimen
booming harga batubara. “Karena kebetulan saya familiar di industri ini, maka saya berani beli saham itu dan ternyata cukup terbayarkan,” kata dia.
Baca Juga: Selain Sarapan Murah Meriah, Ini Kebiasaan Hemat Warren Buffett yang Unik Pahami sebelum membeli
Bukan berarti, perjalanan investasi Vincent mulus-mulus saja. Saat ini dia masih menyimpan saham yang terkena suspensi dan akhirnya mengendap di portofolionya. Meski jumlahnya tidak banyak, Vincent mengaku hal ini bisa dijadikan pelajaran agar lebih selektif dalam memilih instrumen investasi. Dia juga sempat menjajal instrumen kripto selama kurang lebih selama 6 bulan. Kala itu, harga bitcoin sedang melejit. Vincent memanfaatkan momentum ini untuk merealisasikan keuntungan
(profit taking). Dari sana, dia melihat bahwa instrumen kripto sangat berisiko tinggi. Buktinya, setelah membumbung tinggi hingga puluhan ribu dolar AS, kini harga bitcoin sudah turun jauh. “Untung saya sudah jual. Kalau tidak pasti saya sudah nyangkut di sana,” kenang dia. Dari sana, dia menyimpulkan bahwa seseorang harus paham betul dengan suatu instrumen sebelum memutuskan untuk berinvestasi di aset tersebut. Dengan melakukan riset dan pendalaman, maka investor akan menemukan celah keuntungan dari pasar modal.
Baca Juga: Wait and See! Cermati Hal ini untuk Saham yang Habis Kena Suspensi Hal ini berkaca pada petuah yang dia pegang dari Warren Buffet. Investor kawakan ini berkata bahwa pasar modal adalah tempat dimana perusahaan mengalami salah harga. Ada perusahaan yang fundamentalnya tidak baik, tetapi harga sahamnya mahal. Sebaliknya, ada perusahaan yang berfundamental bagus, tapi justru dihargai dengan harga yang murah. Petuah ini membuka cakrawala Vincent, bahwa dengan memaksimalkan riset, investor bisa meraih keuntungan maksimal dari pasar modal dengan menemukan perusahaan yang salah harga. “Tugas investor adalah mencari saham yang bagus dan saham yang tidak bagus. Karena kebanyakan perusahaan salah harga ada di pasar modal,” tutur dia. Prinsip inilah yang dia terapkan dalam menghadapi potensi resesi yang digembar-gemborkan terjadi tahun depan. Perusahaan dengan fundamental yang bagus akan bertahan di tengah terjangan resesi.
Baca Juga: Tips Investasi ala Lucky Bayu Purnomo, Komisaris Independen PT Wira Global Solusi Tbk Di sisi lain, investor juga harus pandai membaca momentum. Biasanya, kondisi resesi akan membuat pelaku pasar menjadi panik, yang berujung pada koreksi di pasar saham. Nah, di saat koreksi itulah justru menjadi momentum untuk melakukan pembelian.
Kembali lagi, Vincent menegaskan investor mesti paham terkait saham yang dibeli. Jangan sampai membeli saham yang terkoreksi karena memang aspek fundamentalnya kurang bagus. Keputusan berinvestasi juga harus datang dari diri sendiri, bukan karena ikut-ikutan orang lain. Terakhir, Vincent menekankan agar investor lebih selektif dalam memilih saham perusahaan pendatang baru di tengah gempuran perusahaan yang melakukan
initial public offering (IPO). Sebab, informasi terkait perusahaan baru cukup minimum dengan rekam jejak yang terbatas. Berbeda dengan perusahaan yang sudah lama di bursa, dimana informasi terkait perusahaan tersebut sudah tersedia cukup banyak. “Pahami dulu potensinya, pahami pihak di belakang perusahaan ini, barulah bisa membeli perusahaan IPO,” pungkas pria kelahiran 1990 ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati