KONTAN.CO.ID - Upaya peningkatan pasokan air baku agar eksploitasi air tanah di Jakarta bisa dikurangi dan bahkan dihilangkan memerlukan investasi lebih dari Rp 24 triliun. Sri Hartoyo, Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat kepada KONTAN, Minggu (3/9) mengatakan, kebutuhan tersebut diperlukan untuk dua hal.
Pertama, untuk produksi air baku di tiga bendungan penyuplai air ke Jakarta; Jatiluhur dan Karian. Untuk produksi air minum di Jatiluhur I yang kapasitas air nya mencapai 4.000 liter per detik, total investasi yang dibutuhkan Rp 2 triliun.
Sementara itu, investasi yang diperlukan untuk distribusi dan sambungan rumah Rp 10 triliun. Untuk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Jatiluhur II, total investasi yang dibutuhkan Rp 6 triliun. Sementara itu, untuk pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Karian, kebutuhan investasi yang diperlukan Rp 6 triliun. Hartoyo mengatakan, kebutuhan investasi tersebut akan dipenuhi dari tiga sumber. Pertama, untuk produksi air baku, kebutuhan investasi akan dipenuhi melalui kerjasama pemerintah swasta. "Sekarang semua sedang tahap studi kelaikan, akhir tahun ini akan mulai dilelang," katanya. Sementara itu, untuk investasi pada jalur distribusi dan sambungan pemipaan ke rumah masyarakat, biaya investasi akan ditanggung oleh PDAM dan Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
Pemerintah kata Sri menargetkan, pembangunan tiga Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tersebut bisa selesai pada periode 2018 sampai 2020 dan pembangunan saranan distribusinya bisa secara bertahap selesai dalam waktu lima tahun. Penyelesaian pembangunan ketiga sistem penyediaan air minum berkapasitas 13.200 akan membantu pemerintah dalam menghentikan laju eksploitasi air tanah di Jakarta. Pemerintah saat ini berjibaku untuk mengatasi penurunan permukaan air tanah di Jakarta yang laju penurunannya mencapai 5 cm- 12 cm per tahun. Selain menggenjot pembangunan sistem penyediaan air minum, mereka saat ini juga fokus dalam membangun tanggul di sembilan titik kritis yang rawan banjir rob bila air laut pasang. Selain upaya tersebut, mereka saat ini juga tengah menjalin kerjasama dengan Jepang. Imam Santoso, Dirjen Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengatakan, pemerintah juga tengah melihat cara Jepang dalam mengatasi penurunan muka tanah di Tokyo. Tokyo, sejak 1920 mengalami penurunan muka tanah. Penurunan muka tanah mencapai empat meter. Tahun 1970, penurunan berhasil dihentikan. "Karena mereka menerapkan aturan tentang pengamanan sumber alternatif untuk industri dan peraturan tentang penyedotan air tanah, ini yang sedang dipelajari," katanya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dessy Rosalina