Investasi Ban Alat Berat Tambang Butuh Modal Besar



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri ban masih berhati-hati dalam mengambil keputusan berinvestasi, terutama untuk investasi-investasi yang membutuhkan dana jumbo seperti halnya membangun pabrik ban off road untuk alat berat tambang.

Ketua Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI), Aziz Pane, mengatakan bahwa investasi untuk membangun pabrik ban alat berat bisa mencapai US$ 300 juta - US$ 400 juta.

Sementara itu, situasi pasar yang ada saat ini membuat pelaku usaha ban menjadi lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi.


“Secara umum situasi global yang masih belum pasti dan situasi politik dalam negeri menjelang Pemilu masih membuat pengusaha itu sangat berhati hati dalam pengambilan keputusan apalagi untuk investasi besar,” kata Aziz kepada Kontan.co.id, Rabu (21/6).

Kendati demikian, ia mengungkapkan bahwa saat ini sudah terdapat penanaman modal dalam negeri industri ban off road untuk alat berat ring 24 di Medan. Produknya sudah siap dipasarkan, hanya saja masih perlu menunggu hasil uji jalan atawa road test.

Baca Juga: Industri Alat Berat Pertambangan Hadapi Kelangkaan Pasokan Ban

Aziz tidak merinci berapa persisnya kapasitas produksi terpasang pabrik yang dibangun tersebut.

“Harganya akan lebih murah dari ban impor. Sudah diproduksi tapi nunggu hasil hasil road test dulu, takut terjadi kesalahan teknis. Soalnya ini kan ban baru, teknologinya oleh expert lokal, tapi kan keselamatan diprioritaskan dan di-SNI-kan dulu,” ujarnya.

Sebelumnya,  Asosiasi Jasa Pertambangan Indonesia (ASPINDO), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) dan Perkumpulan Tenaga Ahli Alat Berat Indonesia (PERTAABI) mengeluhkan Kelangkaan ban off the road untuk alat berat tambang.

Berdasarkan Informasi dari para importir ban yang sampai ke ASPINDO, pihak importir API - U belum dapat memenuhi kebutuhan industri karena persetujuan impor (PI) belum diberikan oleh Kementerian Perdagangan.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi adalah terbitnya Neraca Komoditas (NK) oleh Kementerian Perindustrian. Akibatnya, stok ban yang dimiliki oleh anggota lintas asosiasi diperkirakan akan habis dalam waktu 2 bulan ke depan.

“Jika kondisi ini berkepanjangan dikhawatirkan dapat menghambat kelancaran ekspor serta pasokan batubara ke Perusahaan Listrik Negara (PLN)," kata Bambang dalam keterangan resmi, Senin (19/6).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari