Investasi Baterai EV LFP dan Nikel Masih Terbuka Lebar Hingga 2040



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Investasi baterai kendaraan listrik dari Nikel Mangan Cobalt (NMC) dan Lithium Ferro Phosphate (LFP) masih terbuka lebar hingga 2040. 

Deputi Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM, Nurul Ichwan menyatakan baterai NMC dan LFP memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 

Di satu sisi, lithium (LFP) dinilai keamanannya lebih tinggi tetapi kapasitas penyimpanan energinya kurang. Sedangkan nikel (NMC) kapasitas penyimpanan energinya tinggi tapi keamanannya dianggap kurang. 


Baca Juga: Saham Emiten Nikel Dibayangi Kelebihan Pasokan

Menurutnya kedua jenis baterai tersebut tetap  punya potensi untuk dikembangkan dalam jangka panjang dengan catatan tergantung pada permintaannya. 

“Potensi pengembangan industri kendaraan listrik yang menggunakan LFP dan NMC masih punya kemungkinan. Saya lihat 2035 atau 2040 masih bisa tumbuh dua-duanya,” ujarnya di Jakarta, Selasa (23/1). 

Meski demikian, untuk mengembangkan baterai LFP di Indonesia tentu memiliki tantangan besar. 

Saat ini Indonesia belum memiliki sumber mineral lithium yang memadai ditambah pula sumber besi (Fe) notabene kecil-kecil dan terpencar di beberapa wilayah. 

Walau begitu, bukan berarti Indonesia tidak bisa mengembangkan baterai LFP. 

Nurul bilang, jenis baterai LFP maupun NMC akan tergantung pada kesuksesan Indonesia membangun ekosistem baterai kendaraan listrik. 

“Kalau sudah ada ekosistem EV akan jadi daya tarik sendiri, entah mereka bikin baterai LFP prosesnya di Indonesia boleh saja karena berdekatan dengan industrinya,” jelasnya. 

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto menilai baterai LFP bisa menjadi alternatif jika sewaktu-waktu pasokan nikel susut dan berimbas pada harganya yang melonjak tinggi. 

Baca Juga: INCO Tetap Targetkan Divestasi ke Mind ID Tuntas Tahun Ini

“Kalau nikelnya susah, nanti bagaimana keberlanjutan baterai kendaraan listrik. Teknologi terus berkembang dicari teknologi apapun yang bisa sebagai alternatif dan lebih murah,” ujarnya ditemui di lokasi yang sama. 

Dia pun tidak menampik Indonesia dapat mengembangkan baterai berbasis lithium. 

“Hanya saja ini kan perlu investasi, perlu keseriusan dan studi supaya permintaan dan ketersediaan industrinya juga ada,” katanya.

Menurutnya, jika tidak ada permintaan untuk apa membangun pabrik yang memproduksi LFP. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .