KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) merevisi nilai belanja modal alias capex hasil dari Pre
Front End Engineering Design (Pre FEED) Lapangan Abadi, Blok Masela yang sudah selesai Oktober 2018 lalu. Padahal, Inpex, Shell, dan SKK Migas sudah melakukan kajian Pre FEED Lapangan Abadi, Blok Masela tersebut dari April sampai Oktober 2018. Informasi yang sampai ke
Kontan.co.id, dalam dokumen kajian Pre FEED tertera nilai belanja modal untuk proyek Lapangan Abadi, Blok Masela sebesar US$ 19,227 miliar pada Oktober 2018. Namun, SKK Migas pada Februari 2019 mengubah angka belanja modal Pre FEED Inpex Masela menjadi US$ 16,094 miliar. Asal tahu saja, tahapan Pre FEED adalah tahapan pembuatan desain dan rekayasa untuk sebuah proyek migas. Jika Pre FEED ini selesai, maka tahap selanjutnya adalah menuju proses rekayasa rinci, konstruksi, dan produksi. Tanpa
Plan of Development (POD) tidak bisa berlanjut. Dalam hal ini Inpex sedang menuju revisi POD I.
Kontan.co.id berusaha mengkonfirmasi alasan adanya revisi nilai belanja modal dari hasil Pre FEED Blok Masela kepada Jafee Arizon Suardin Deputi Perencanaan SKK Migas. Namun, Jafee yang biasa disebut Buyung tidak menjawab pertanyaan
Kontan.co.id. Sedangkan Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Wisnu Prabawa Taher tidak bersedia berkomentar soal masalah ini. Saat dikonfirmasi Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar malah mengatakan bahwa soal revisi itu harus ditanyakan ke SKK Migas. Saat ditanya apakah benar revisinya menjadi US$ 16 miliar untuk proyek Lapangan Abadi. Arcandra bilang. "Darimana itu angkanya, siapa yang bilang? ada-ada saja," katanya singkat ke Kontan.co.id, Kamis (28/2). Lagi-lagi Arcandra melimpahkan pertanyaan
Kontan.co.id soal hambatan proyek Masela untuk ditanyakan ke SKK Migas."Tanya ke SKK Migas," imbuhnya.
Kontan.co.id berusaha mewawancarai kembali Arcandra pada Jumat (1/3), dia mengatakan bahwa proyek Blok Masela masih di evaluasi. "Kan sudah Pre-FEED. Sekarang masih dievaluasi," ungkap dia. Dia pun belum bisa memastikan proyek ini bisa berjalan sesuai rencana. "Iya, lagi dievaluasi,"imbuhnya. Moch. N. Kurniawan
Senior Specialist Media Relations Inpex Masela mengungkapkan, Inpex masih terus berdiskusi dengan pemerintah agar proyek Lapangan Gas Abadi Blok Masela efisien dan keekonomiannya kompetitif. "Kami terus berkomunikasi dan berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia," ujarnya ke Kontan.co.id, Kamis (28/2). Proyek Pengembangan Lapangan Gas Abadi Blok Masela merupakan proyek yang kompleksitasnya tinggi. Hal ini dikarenakan karakter gasnya yang memerlukan pemrosesan di lepas pantai, lokasinya di laut dalam, terpencil dan sangat minim infrastruktur pendukung. Hal ini menjadi pertimbangan yang umum bagi perusahaan minyak dan gas termasuk Inpex ketika mengevaluasi
investability atau keekonomian dari suatu proyek. Sayang, Iwan tak menjawab soal angka belanja modal dari hasil Pre FEED yang sudah disetujui SKK Migas itu. Bahkan dia juga tak mau menjawab apakah Inpex akan tetap mempertahakan nilai itu atau bersedia mengubahnya.
Senior Manager Communication & Relations Inpex Masela, Mohammad Berly menambahkan, pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait pengembangan Blok Masela. "Saat ini kami masih koordinasi dan konsultasi dengan pemerintah," ujarnya, Jumat (1/3). Sekadar kilas balik ke tahun 2016 lalu, persoalan klasik soal keributan nilai investasi Blok Masela sudah lama diperdebatkan, saat itu Rizal Ramil Menko Maritim mempersoalkan nilai investasi FLNG yang bisa mencapai US$ 22 miliar. Sedangkan jika membangun kilang gas di darat investasinya hanya mencapai US$ 16 miliar. Namun, SKK Migas membantah soal perhitungan Rizal Ramli, bahwa investasi memakai FLNG hanya mencapai US$ 14,8 miliar sedangkan untuk membangun kilang di darat membutuhkan dana US$ 19,3 miliar. Lantaran Presiden Jokowi lebih percaya dengan hitungan Rizal Ramli, maka saat itu Jokowi mengubah proyek FLNG menjadi Onshore. Tiga tahun belum berhasil Tiga tahun berselang sejak Presiden Joko Widodo memutuskan proyek Lapangan Abadi, Blok Masela, Laut Arafuru, Maluku diubah dari skema FLNG menjadi Onshore, sampai saat ini progres proyek belum maju ke tahap rencana pengembangan atau
plan of development (POD). Masih ingat bagaimana Presiden Jokowi didampingi mantan Menteri ESDM Sudirman Said mengumumkan perubahan skema proyek di Bandara Soepadio, Pontianak, Kalimantan Barat. Presiden Joko Widodo memutuskan untuk membangun Blok Masela di darat (onshore). Menurut Jokowi, pembangunan dengan skema onshore memiliki dampak lebih besar bagi masyarakat. "Setelah melalui banyak pertimbangan dan masukan, dan dari kalkulasi yang sudah saya hitung, kita putuskan untuk dibangun di darat," kata Jokowi dalam konferensi pers di Bandara Soepadio, Pontianak, Rabu 23 Maret 2016. Jokowi menjelaskan, keputusan membangun Blok Masela di darat mempertimbangkan ekonomi nasional. Jokowi ingin masyarakat di sekitar Blok Masela mendapat manfaat besar. Bahkan proyek Blok Masela masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) dalam yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018. Selain Masela ada Lapangan Gendalo, Maha, Gandang, Gahem, dan Bangka (IDD Chevron) di Kalimantan Timur. Lalu, Proyek Tangguh LNG Train 3 di Papua Barat, dan Pengembangan Lapangan Unitisasi Gas Jambaran-Tiung Biru di Jawa Timur. Namun sayangnya, sejak diputuskan tiga tahun lalu skema proyek Masela, sampai hari ini belum juga maju ke tahap konstruksi. Padahal, semakin proyek ini ditunda maka akan semakin besar nilai investasi yang keluar. Seperti diketahui, Inpex menandatangani kontrak Masela PSC pada 16 November 1998. Sejak saat itu Inpex melalui Inpex Masela Ltd melakukan kegiatan eksplorasi hidrokarbon di Blok ini, dengan kepemilikan saham 100%. Selang dua tahun penandatanganan PSC, perusahaan Jepang itu menemukan cadangan gas di Lapangan Abadi, Blok Masela pada tahun 2000. Lokasi sumur Abadi-1 terletak di tengah-tengah struktur Abadi dengan kedalaman laut 457 meter dan total kedalaman 4.230 meter. Tak ingin sendirian dalam membangun Masela, Inpex pada tahun 2011 menjual 30% sahamnya ke Shell Upstream Overseas Services Limited (Shell), anak perusahaan Royal Dutch Shell Plc asal Belanda. Namun kemudian, Shell dan Inpex masing-masing membeli 5% saham Masela dari Bakrie. Sehingga kompoisisi saham Masela dipegang Inpex 65% dan Shell 35% saat ini.
Adapun cadangan saat ini mencapai 10,73 triliun cubic feet. Proyek Blok Masela sendiri ditargetkan mulai berproduksi pada kuartal II 2027 atau setahun sebelum kontrak selesai tahun 2028. Estimasi produksi puncak dari Lapangan Abadi sebesar 9,5 juta ton per tahun dan 150 mmscfd. Fahmy Radhi Pengamat Ekonomi Energi UGM mengatakan, belum juga jalan proyek Masela karena Konsekuensi perubahan dari Offshore ke Onshore, investor harus menghitung ulang tingkat kelayakaanya dan POD. “ Inpex juga minta kompensasi atas perubahan tsb dalam bentuk Fiscal Insensitive,” kata dia. Dia mengatakan, perundingan terakhir di Tokyo disepakati bahwa Inpex harus ajukan POD baru. Berdasarkan POD itu, Pemerintah baru memberikan fiscal incentive. Selain POD, Inpex sebenarnya sudah bisa mulai membangun instruktur dan memasangan peralatan dibutuhkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini