Investasi bodong himpun Rp 30 miliar



JAKARTA. Investasi bodong masih marak. Mengawali tahun 2017, Satgas Waspada Investasi dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan enam praktik investasi ilegal. Dana yang dihimpun dari masyarakat diperkirakan mencapai Rp 30 miliar.

Menurut Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing, total dana tersebut bersumber dari puluhan ribu investor. Perinciannya: PT Compact Sejahtera Group (Compact 500 atau Koperasi Bintang Abadi Sejahtera atawa ILC) sebanyak 30.000 nasabah dan PT Inti Benua Indonesia 1.200 nasabah.

Lalu, PT Inlife Indonesia 500 nasabah, Koperasi Segitiga Bermuda (Profitwin77) 500 nasabah, PT Cipta Multi Bisnis Group (CMB) 1.700 nasabah, dan PT Mi One Global Indonesia 10.000 nasabah.


CMB, Mi One Global, dan Compact 500 sudah berkomitmen untuk membubarkan diri. Tapi, Satgas Waspada Investasi meminta mereka untuk mengembalikan semua dana milik investor. Inti Benua Indonesia juga sudah datang dan membuat surat pernyataan untuk menghentikan kegiatannya. Mereka segera mengembalikan dana investor, kata Tongam. Sedang Inlife Indonesia dan KSB Profitwin 77 masih mangkir dari panggilan OJK.

Satgas Waspada Investasi mengimbau nasabah dari keenam perusahaan investasi ilegal itu untuk meminta kembali dananya. Bila ada dana yang tidak dikembalikan, kami mengharapkan nasabah tersebut melapor ke kepolisian, imbuh Tongam.

Dari enam investasi ilegal yang dirilis OJK, satu di antaranya mengatasnamakan Koperasi Segitiga Bermuda. Deputi Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM Suparno mengakui, banyak perusahaan investasi bodong yang berkedok koperasi. Padahal, sebagian perusahaan tersebut tidak terdaftar di Kementerian Koperasi alias ilegal.

Itu sebabnya, Suparno meminta masyarakat berhati-hati dengan tawaran investasi yang menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat. Dan, jika ada koperasi yang nakal, ada surat peringatan hingga tiga kali serta sanksi paling berat berupa penutupan izin usaha. "Kami antisipasi semuanya," tuturnya.

Mengaku legal

Direksi Mi One Global melakukan klarifikasi lewat jumpa pers di kantornya di Ruko Green Lake Sunter, Jakarta Utara, Jumat (13/1). Komisaris Utama Mi One Global Letjen Purn. M. Yunus Yosfiah mengklaim, perusahaannya legal dengan aktivitas utama penjualan voucer pulsa dan token listrik. Ia menyebutkan, legalitas tersebut sudah diakui oleh Kepala Departemen Penyidikan OJK A. Kamil Razak dalam pertemuan di kantor OJK, Rabu (11/1) lalu.

Ketemu dengan Ketua OJK, Muliaman Hadad dan Pak Kamil, setelah kami jelaskan sistem dan skema usaha, Pak Kamil langsung menegaskan bahwa kami adalah perusahaan legal, klaim Yunus.

Menurut Yunus, apa yang dilakukan Mi One Global murni bisnis jualan pulsa dan token listrik, tanpa ada embel-embel investasi dan arisan berantai. Perusahaannya juga membayar pajak tiap bulan.

Sebagai gambaran, perusahaan ini menawarkan deposit pulsa yang bervariasi. Misalnya, deposit sebesar Rp 3,84 juta dengan pengembalian ke nasabah Rp 7,8 juta, lalu deposit Rp 72 juta menjadi Rp 212 juta dalam waktu 2023 bulan. Ada juga bonus perekrutan dan bonus sponsor sekitar 10% hingga 18%.

Eko Endarto, Perencana Keuangan Finansia Consulting, menilai, secara perhitungan, bonus yang ditawarkan dari pembelian paket Mi One Global masih tergolong rasional. Dengan janji imbal hasil 100% per 20 bulan untuk paket terkecil, maka bonus per bulan yang diterima anggota adalah sebesar 5%.

"Cuma, pasti jumlah pesertanya harus banyak. Kalau enggak, agak susah mencapai angka ekonomisnya. Tapi, secara perhitungan masih masuk akal," tutur Eko.

Hanya, Eko menambahkan, yang terpenting adalah melihat perizinan dan legalitas dari perusahaan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini