Investasi China makin menggurita



JAKARTA. Tak cuma produk China yang membanjiri pasar domestik, perusahaan Negeri Panda pun kian senang menanam duit di Tanah Air.

Lihat saja, sepanjang tahun 2011, realisasi investasi investor asing Rp 148 triliun dengan kurs Rp 9.500 per dollar Amerika Serikat (AS). Adapun investor China, dari tahun 2007 hingga 2011 cuma US$ 148 498,8 juta atau sekitar Rp 4,7 triliun. Angka ini terbilang sangat mungil jika dibandingkan total investasi asing.

Kondisi ini berbeda dengan tahun ini. Investasi asal China bakal menggendut. Sektor yang mereka rambah pun beragam. Jika biasanya pebisnis China berinvestasi di industri makanan dan minuman atau industri logam, belakangan ini mulai melebar ke pertambangan, infrastruktur, dan alat berat.


Beberapa investor siap masuk ke Indonesia antara lain Beijing Shuang Zhong Li Investment Management Co Ltd. Perusahaan ini akan mendirikan pabrik peleburan dan pemurnian aluminium, lengkap dengan pembangkit listrik berdaya 1.250 megawatt dengan nilai investasi US$ 7,1 miliar. Agar gampang mencari bahan baku, pabrik ini akan berdiri di Kalimantan Barat.

Nantinya, pabrik ini bakal punya kapasitas produksi alumina sebanyak 1,8 juta ton per tahun dan 600.000 ton aluminium ingot per tahun. "Bisa saja produknya untuk Inalum, selama ini mereka impor," beber Menteri Perindustrian MS Hidayat, usai penandatanganan dengan tiga perusahaan China termasuk Shuang Zhong Li kemarin. Pembangunan pabrik ini bakal berlangsung tiga tahap dan akan kelar 2018 nanti.

Dua perusahaan lain, Oriental Mining and Mineral Resources Co. Ltd dan Rui Tong Investment Co Ltd akan menggarap bisnis pemurnian pasir besi menjadi direct reduced iron di Garut, Jawa Barat.

Kedua perusahaan ini akan menggelontorkan dana US$ 1,5 miliar untuk membangun smelter berkapasitas 6 juta ton per tahun. Diprediksi perusahaan ini mampu menyerap 16.000 tenaga kerja. Pabrik pemurnian ini diharapkan beroperasi pada tahun 2019.

Li Zhi Zhao, Managing Director RT Global Resources Capital Hong Kong Limited, mengatakan, iklim investasi di Indonesia cukup atraktif lantaran kaya sumber daya alam. "Kami yakin bisa mendorong ekonomi kedua negara lewat dukungan teknologi dan finansial kami," katanya.

Dirjen Basis Industri Manufaktur Kemperin, Panggah Susanto menambahkan, selain kondisi ekonomi makro yang stabil, pertumbuhan kelas menengah sebagai pasar potensial menarik perhatian investor China.

Apalagi, saat ini industri di China kelimpungan lantaran imbas krisis global. Ini masih ditambah biaya produksi yang tinggi akibat kenaikan gaji pekerja di China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.