Investasi di Amerika Serikat Lebih Memikat



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Perusahaan investasi pelat merah Singapura, Temasek, berencana berinvestasi senilai US$ 30 miliar, setara Rp 489,54 triliun, selama lima tahun ke depan di Amerika Serikat (AS). Temasek akan mengincar sektor-sektor kesehatan, layanan keuangan serta teknologi. 

Temasek menilai, AS berada di garis depan dari semua yang terjadi di bidang kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). "Pasar modal di AS sangat dalam dan luas," kata Jane Atherton, Chairman Temasek kawasan Amerika Utara, kepada Reuters, kemarin. 

Selain itu, ekonomi AS tumbuh lebih cepat dari yang diharapkan pada kuartal kedua. Bahkan pertumbuhannya terus mengungguli negara-negara lain di dunia. 


temasBaca Juga: Di Tengah Proses Tender Offer oleh PALM, Temasek Malah Borong 1,19 Miliar Saham MMLP

Meski ada turbulensi baru-baru ini, pergerakan saham dalam indeks S&P 500 naik 14,5% di tahun ini. Kenaikan tersebut didorong oleh banyaknya berita positif terkait perkembangan bisnis AI.

Investasi di China

Sebaliknya, pertumbuhan bisnis di China melemah dari yang diharapkan pada awal bulan ini. Bahkan, pasar dibuat terkejut lantaran bank sentral China memangkas suku bunga jangka pendek dan jangka panjang minggu lalu. People Bank of China (POBC) menyebut, upaya tersebut dilakukan demi meningkatkan ekonomi.

Saat ini, sekitar 22% dari investasi Temasek berada di AS, setara dengan US$ 63 miliar. Sementara porsi investasi Temasek di China cuma sekitar 19%. Temasek menyebut, paparan investasi Temasek di AS melampaui investasi China ini baru terjadi pertama kalinya di satu dekade terakhir.

Atherton memaparkan, di AS, Temasek tertarik pada bidang yang terkait dengan kecerdasan buatan intelijen, seperti pusat data, semikonduktor dan penyimpanan baterai. Awal bulan ini, Temasek juga mengatakan jika laba hasil investasi di AS dan India membantu meredam kinerja buruk investasi di China. 

Temasek juga mengatakan, pihaknya mengambil pendekatan hati-hati terhadap China, karena isu ketegangan perdagangan memuncak. "Geopolitik selalu berperan," kata Atherton. Apalagi, dia bilang, aset investasi China mencetak kinerja buruk dibandingkan negara lain di dunia, khususnya AS, selama tiga tahun terakhir.

Baca Juga: Investor Siap Melego Saham Emiten Tekno

Temasek mengelola portofolio US$ 288 miliar, yang fokus ke investasi jangka panjang bertema digitalisasi dan keberlanjutan. Atherton menyebut, kinerja sebagian besar saham AS di masa depan, terutama di sektor teknologi, akan bergantung pada laba.

Temasek juga mencari investasi di pasar publik dan swasta, karena banyak private equity melakukan divestasi.

 
Editor: Avanty Nurdiana