Investasi di Sektor Teknologi Dinilai Masih Cukup Kuat di Tengah Pasar yang Volatile



KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Pasar domestik kini masih bergerak secara volatile. Meskipun begitu, investasi di sektor teknologi dinilai masih cukup kuat.

Seperti diketahui, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 33,13 poin atau 0,48% ke 6.839,34 pada akhir perdagangan Selasa (31/1).

Sementara, rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp 14.991 per dolar Amerika Serikat (AS) di akhir perdagangan Selasa (31/1), melemah 0,14%.


Rupiah Jisdor Bank Indonesia sendiri ada di level Rp 14.992 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa (31/1), melemah 0,09% dari sehari sebelumnya yang ada di Rp 14.978 per dolar AS.

Baca Juga: Pelaku Usaha Beberkan Tantangan Hilirisasi Batubara

Country Director Alta Indonesia Radith Soeriadinata mengatakan, volatilitas pasar sangat dipengaruhi oleh pandemi covid-19. Akibatnya, semua jenis investasi terkena dampak penurunan return.

“Risiko investasi tak hanya terjadi di Indonesia. Hal itu juga sangat interconnected dengan global investment,” ujarnya saat ditemui Kontan, Selasa (31/1).

Meskipun begitu, salah satu sektor investasi yang masih cukup kuat di Indonesia ialah di sektor teknologi. Menurut Radith, technology investment di Indonesia dalam 2 tahun terakhir cukup kuat.

Health technology, fintech, dan e-commerce itu cukup kuat. Itu bisa dilihat dari resillience domestic market. Di Indonesia yang paling kelihatan adalah online delivery yang dalam 2 tahun terakhir cukup naik,” ungkapnya.

Menurut Radith, risiko technology investment di Indonesia masih sama dengan negara-negara lain. “Kripto misalnya, di Indonesia dalam 2 tahun terakhir exposure-nya sama dengan di luar negeri,” tuturnya.

Baca Juga: Bank Danamon dan MUFG Bentuk Garuda Fund, Dana yang Digelontorkan US$ 100 Juta

Terkait dengan pergerakan dana asing ke luar negeri, Radith memaparkan, hal tersebut hanyalah sebuah siklus perputaran dana. Namun, private investment pada sektor teknologi di Indonesia justru terjadi kenaikan.

“Bisa dibilang tahun 2021-2022 itu baru mulai bekerja, sehingga angkanya lebih naik daripada sebelum covid-19,” ungkapnya.

Terkait penurunan saham-saham sektor teknologi yang terjadi belakangan ini, Radith memaparkan Alta telah berinvestasi di perusahaan-perusahaan teknologi jauh sebelum mereka IPO.

“Karena kami sudah masuk dari beberapa waktu yang cukup lama, tentu nilai masuknya cukup masuk akal. Akibatnya, investor di Alta jadi aman di tengah gejolak pasar,” ungkapnya.

Baca Juga: Kurs Rupiah Terangkat Indeks Dollar AS Melemah

Radith pun menyarankan para investor untuk tidak “fear of missing out” (FOMO) alias ikut-ikutan tren dalam memilih instrumen investasi.

“Timing itu penting, jangan FOMO. Jangan ketika kita lihat market naik, baru masuk, padahal tak mengerti fundamentalnya. Semua perlu dipelajari. Jika tak mengerti, bisa mencari orang yang mengerti,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli