Investasi EBT pada 2023 Tak Capai Target, IESR Soroti Perbaikan Iklim Investasi



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan, investasi energi terbarukan baru mencapai US$ 1,5 miliar atau tidak mencapai target 2023 yang senilai US$ 1,8 miliar. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menduga ada permasalahan struktural yang menyebabkan target investasi energi terbarukan tidak pernah tercapai selama era pemerintahan Presiden Jokowi. 

“Sementara di dunia, investasi energi terbarukan terus meningkat bahkan melampaui investasi energi fosil dalam lima tahun terakhir,” ujarnya Senin (15/1). 


Meski tahun lalu realisasi investasi EBT belum mencapai targetnya, ESDM mematok target yang lebih agresif di 2024 yakni US$ 2,6 miliar. 

Baca Juga: Target Bauran Energi Primer EBT Direvisi, Turun Menjadi 17%-19% pada Tahun 2025

Walaupun lebih tinggi, Fabby menilai, jumlah ini masih jauh dari kebutuhan pendanaan energi terbarukan US$ 25 miliar per tahun hingga 2030 untuk mencapai target nol emisi di 2060. 

Untuk mengakselerasi pertumbuhan investasi energi terbarukan pemerintah perlu membantu mempersiapkan proyek energi terbarukan yang dapat diimplementasikan dan layak untuk dibiayai.

Selain itu Fabby juga mengusulkan adanya evaluasi serius terhadap investasi EBT sehingga pemerintah bisa dengan cepat memperbaiki lingkungan yang memungkinkan (enabling environment) perbaikan iklim investasi energi terbarukan.

Salah satunya tinjauan ulang atas subsidi batubara lewat skema domestic market obligation (DMO) dan domestic coal pricing obligation (DPO) untuk PLTU PLN. 

Manajer Program Transformasi Energi IESR, Deon Arinaldo menambahkan dari laporan capaian Kementerian ESDM, menteri ESDM sudah mengakui biaya energi terbarukan dan biaya integrasi untuk PLTS dan PLTB, sudah dapat kompetitif dengan PLTU baru. 

Baca Juga: Pertamina NRE Melihat Ceruk Pasar yang Gurih dari Bisnis Karbon Kredit

“Seharusnya sudah tidak ada keraguan lagi dalam memberikan dukungan akselerasi energi terbarukan. Perlu diperhatikan kesenjangan (gap) dan penundaan (delay) di pengembangan energi terbarukan dari hulu ke hilir dan coba dibangun strateginya,” ujarnya. 

Ini termasuk dari identifikasi dan pengembangan kandidat proyek energi terbarukan awal, proses masuknya kandidat ke perencanaan PLN, bagaimana proses pengadaan energi terbarukan di PLN, serta alokasi risiko yang jelas antara PLN dan IPP bagi energi terbarukan yang dikembangkan swasta. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi