Investasi hulu migas berpeluang menyusut



JAKARTA. Indonesia Petroleum Association (IPA) memprediksi penurunan harga minyak dunia akan membuat banyak proyek eksplorasi dan pengembangan lapangan minyak dan gas bumi (migas) tertunda. Ini terjadi karena perusahaan migas itu bakal meninjau ulang proyek-proyek yang nilai keekonomiannya  masih memenuhi ambang batas harga minyak pada level US$ 70 per barel.

Anggota Dewan Direksi Indonesia Petroleum Association (IPA) Lukman Mahfoedz menjelaskan, penurunan harga minyak saat ini merupakan fenomena yang luar biasa. Kondisi jelas tidak diinginkan oleh pengusaha migas. Hanya dalam waktu empat bulan, harga minyak dunia mengalami penurunan hingga 40 %.

Bahkan, penurunan harga minyak dunia ini akan berdampak besar kepada perusahan yang cuma memproduksi minyak bumi. "Kalau perusahaan yang memproduksi minyak dan gas, masih terbantu oleh gas," ujar mantan Presiden IPA itu, saat acara pemaparan kinerja IPA akhir tahun, Selasa (9/12).


Menurut Lukman, IPA memprediksi target investasi migas sebesar US$ 32 miliar bisa tidak terpenuhi. "Angkanya masih kami rekap, tapi investasi di sektor migas tahun ini di bawah US$ 32 miliar," ujar Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk itu.

Sementara untuk tahun depan, banyak perusahaan yang akan menunda investasi, menunggu harga minyak kembali pulih atau paling tidak di atas US$ 70 per barel. Hitungan IPA, tahun depan akan ada penurunan investasi sebesar 20% menjadi sekitar US$ 25 miliar dari proyeksi tahun ini sekitar US$ 32 miliar.

Dalam catatan IPA tahun depan, ada sekitar US$ 150 miliar proyek eksplorasi migas di seluruh penjuru dunia yang juga tertunda akibat harga minyak melorot. Selain itu, sekitar separuh dari proyek migas senilai US$ 500 miliar menjadi tak ekonomis jika karena memakai acuan harga minyak dunia US$ 70/barel.

Kondisi ini tentu berimbas pada makin sulitnya Indonesia mendapatkan tambahan cadangan migas baru. Padahal, Indonesia perlu tambahan 2,5 juta barel per hari untuk menghindari krisis energi. "Eksplorasi di Indonesia harusnya ditingkatkan sampai tiga kali lipat," ungkap dia.

Sementara itu, Craig Stewart Presiden IPA yang baru menjelaskan, tahun depan perusahaan migas harus lebih efisien dan memperketat jadwal proyek agar bisa tetap ekonomis. Sebagai contoh akibat turunnya harga minyak proyek pembangunan platform akan memakan waktu yang lebih lama.

Stewart menyatakan sulit memprediksi pergerakan harga minyak ke depan. Hanya saja, ia percaya harga minyak masih akan bergerak di kisaran US$ 70 per barel. Menurut dia, siklus penurunan harga minyak dunia keempat kalinya di 30 tahun terakhir sejak 1986, 1998, 2008 dan 2014.

Penyebab utamanya tak lain karena adanya pengembangan sumber energi baru seperti shale oil and gas di Amerika Serikat, sementara produksi minyak terus meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto