KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Masyarakat harus semakin waspada. Jumlah investasi ilegal terus bertambah. Dampaknya, masyarakat semakin dekat dengan tawaran terkait aktivitas investasi ilegal. Sampai dengan Februari 2022, Satgas Waspada Investasi (SWI) mencatat jumlah kerugian investasi ilegal mencapai Rp 149 miliar. Sebagai informasi, di sepanjang 2021, jumlah kerugian sebesar Rp 2,5 triliun. Namun, Ketua Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam L. Tobing mengatakan saat ini polisi sedang melakukan penyidikan terhadap beberapa entitas investasi ilegal, sehingga kemungkinan nilai kerugian akan bertambah.
Keterkaitan masyarakat dengan investasi ilegal yang bertambah dan semakin erat juga tercermin dari data Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Tercatat, hingga 10 Maret PPATK telah melakukan penghentian sementara transaksi terkait dugaan transaksi investasi ilegal dari 121 rekening yang dimiliki oleh 49 pihak di 56 Penyedia Jasa Keuangan. Total nominal tersebut mencapai Rp 353,98 miliar.
Baca Juga: Simak Jenis Investasi yang Diawasi OJK, Agar Anda Tidak Tertipu PPATK juga tengah memantau 357 laporan transaksi terkait investasi ilegal dengan nilai Rp 8,26 triliun. Ini merupakan jumlah yang fantastis, apalagi mengingat kemungkinan penambahan investasi ilegal masih ada. Untuk menghentikan jumlah kerugian masyarakat akibat investasi ilegal, hanyalah berasal dari masyarakat itu sendiri. Investasi ilegal akan hilang bila masyarakat sama sekali tidak ikut atau mencoba tawaran investasi yang tidak memiliki izin tersebut. Oleh karena itu penting bagi masyarakat untuk bisa membedakan investasi yang legal dan ilegal, agar tidak terjebak. Tongam kembali menegaskan agar masyarakat terhindar dari kerugian, sebelum melakukan investasi masyarakat harus ingat faktor legal dan logis. Masyarakat perlu teliti legalitas lembaga dan produknya. Cek apakah kegiatan atau produknya sudah memiliki izin usaha dari instansi terkait. Jika sudah punya izin usaha, cek juga apakah sudah sesuai dengan izin usaha yang dimiliki. Hati-hati, seringkali, investasi ilegal hanya mendompleng izin yang dimiliki padahal kegiatan atau produknya yang dilakukan tidak sesuai dengan izinnya. Izin asli dapat dicek pada laman otoritas yang mengeluarkan izin. Seperti;
- Penawaran produk perbankan, asuransi, pembiayaan, pergadaian, peer to peer lending atau pasar modal, izin dapat dicek di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
- Penawaran produk komoditi berjangka dan aset kripto, izin dapat dicek di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), Kementerian Perdagangan RI.
- Penawaran produk simpanan dari koperasi, izin dapat dicek di Kementerian Koperasi dan UKM.
- Penawaran produk multi level marketing, izin dapat dicek di Kementerian Perdagangan RI.
- Kegiatan jasa perjalanan ibadah Haji atau Umroh, izin dapat dicek di Kementerian Agama RI.
Baca Juga: Ngeri! Uang Investor Kembali Lenyap di Robot Trading Abal-Abal Selain itu, Tongam mengingatkan, masyarakat harus memahami proses bisnis yang ditawarkan. Selalu pertimbangkan, apakah tawaran investasi masuk akal dan apakah tawaran sesuai dengan kwajaran penawaran imbal hasil. Apabila perusahaan menjanjikan imbal hasil tetap (fix income) dalam jumlah yang tidak wajar, tanpa risiko dan menawarkan bonus dari perekrutan anggota, maka tawaran investasi ini patut dicurigai.
Selain peran masyarakat sendiri untuk tidak ikut investasi ilegal. SWI juga berupaya memberantas investasi ilegal. Salah satunya, pada 10 Februari dan 14 Februari, SWI memanggil sejumlah afiliator dan influencer, yaitu Indra Kesuma, Doni Muhammad Taufik, Vincent Raditya, Erwin Laisuman, dan Kenneth William yang diduga memfasilitasi produk binary option dan broker ilegal yang tidak terdaftar di Bappebti seperti Binomo, Olymptrade, dan Quotex. Selain sebagai affiliator yang mempromosikan platform broker perdagangan berjangka atau binary option, sebagian dari mereka juga menyelenggarakan kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan perdagangan berjangka tanpa izin usaha yang sesuai dengan ketentuan. Mereka menyampaikan akan menghentikan kegiatannya sebagai affiliator yang mempromosikan binary option dan kegiatan pelatihan yang berkaitan dengan binary option dan perdagangan berjangka komoditi serta menandatangani pernyataan untuk menghentikan kegiatan tersebut. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari