Investasi itu mengalir sesuai hasrat



JAKARTA. Hobi itu investasi. Begitulah nilai investasi bagi Yudy Rizard Hakim, Chief Corporate Affairs Officer PT Bakrieland Development Tbk (ELTY). Kecintaannya terhadap seni dan kegemarannya mengoleksi beragam jenis barang antik menyebabkan investasi menjadi sesuatu yang tidak seperti kewajiban, tetapi kesenangan.

Yudy tak pernah mematok target berapa banyak investasi yang harus ia tempatkan selama ini. Semuanya itu bermula dari hobi dan kebutuhan dia.

Hobinya mengoleksi benda antik, semisal, mendorongnya berinvestasi ke barang-barang lawas ini. Ada bermacam-macam benda yang pernah ia koleksi. Mulai dari perangko, uang kuno, kristal, lukisan, hingga barang-barang antik khas Belanda.


Pun saat pria kelahiran Surabaya, 48 tahun silam itu berinvestasi di emas, awalnya dari hobi. Ia bercerita, di tahun 1991, saat meniti karir sebagai Private Banking Manager di PT Bank CIMB Niaga Tbk, ia hobi memakai gelang emas, atau cincin berlian. Sejak saat itu, Yudy berpikir untuk mulai menyimpan perhiasan dan membeli emas sebagai tabungannya hingga sekarang. "Emas itu likuid ketimbang investasi lain, " ujarnya.

Tapi, investasi terbesar Yudy ada di properti. Ia mengawali investasi properti dengan membeli beberapa unit apartemen di bilangan Karet, Jakarta Pusat. Sebelum masuk properti, ia berdiskusi terlebih dahulu dengan sang ayah. Maklum, sang ayah sudah berkecimpung sebagai pebisnis properti sejak tahun 1970.

Yudy mengaku, dia banyak mendapat tip dari ayahnya. "Misalnya, jika membeli apartemen sebaiknya beli di lokasi yang strategis, karena akan lebih untung jika disewakan. Tapi, saya juga perlu membeli landed house, karena nilai kapitalisasi tanah akan semakin besar," ujar dia meniru penjelasan sang ayah.

Hingga kini, ia memiliki beberapa apartemen, rumah dan tanah yang terdapat di Jakarta dan Surabaya. Sebagian ada yang disewakan, ada pula yang ia persiapkan untuk tempat tinggalnya di masa tua nanti, di Surabaya.

Ia mengaku tak pernah menganggarkan secara khusus untuk membeli properti. "Investasi itu mengalir saja, sejalan dengan hasrat dan perasaan," tuturnya.

Pernah suatu kali di tahun 1998, ia membeli sejumlah lukisan karena kecintaannya pada seni. Lukisan itu juga bukan sembarang lukisan murah. Karya-karya sang maestro Indonesia, seperti keluarga Affandi, Cak Kandar, Maria Tjui, I Nyo-man Gunarsa, dan Krijono.

Harganya mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 200 juta per lukisan. "Ada sekitar 50-60 lukisan, yang saat ini berada di Surabaya," tambahnya. Baginya, yang penting itu kecintaan terhadap seni, selanjutnya nilai yang terdapat dalam seni itu.

Kini, sebagian pendapatan, ia alirkan untuk kebutuhan investasi dan koleksi benda seni. Kebetulan, ia tak memiliki kebiasaan berfoya-foya dengan gaya hidup yang tinggi.

Jika sebagian orang bisa menghabiskan Rp 40.000-Rp 50.000 untuk secangkir kopi di kedai kopi beken, Yudy justru lebih senang minum kopi bungkus seharga Rp 1.000, ditemani roti bakar. "Bagi saya, itu sudah nikmat," tambahnya.

Jika usianya nanti memasuki masa pensiun di umur 55 tahun, Yudy berencana untuk pensiun dan menikmati hidup. Ia ingin terjun ke dunia sosial. "Entah itu menjadi dosen tamu di sekolah, mendirikan yayasan atau pesantren, atau mensubsidi anak yatim," ungkap dia.

Jika masih harus berbisnis, Yudy berniat membidik bisnis guest house alias penginapan murah bagi turis Belanda. Kebetulan, ada properti yang menganggur. "Kenapa Belanda? Agar dapat saling bertukar pikiran dan menambah relasi dengan orang-orang Belanda," ujar pria berdarah Indonesia, India, Arab, dan Belanda ini.

Koleksi barang antik dari Belanda

Memiliki banyak teman yang doyan bergaya hidup yang mewah, tak membuat Yudy Rizard Hakim, Chief Corporate Affairs Officer PT Bakrieland Development Tbk terbawa arus. Ia mengaku lebih suka menikmati waktu di tempat tinggalnya yang dihiasi pajangan dan barang-barang antik khas Belanda.

Kegemarannya mengoleksi barang-barang antik ini bermula sejak beberapa tahun lalu. Mulai dari jam kayu antik, piring-piring delf, lito, strijkijzer, koran kuno, hingga saham kuno tahun 1920-an. Tak tanggung-tanggung, semua barang ini ia terbangkan dari Belanda ke Indonesia.

Sebenarnya, sebelum barang-barang antik khas Belanda ini, Yudy sering mengoleksi benda-benda seni lain. Misalnya, kristal dari Cekoslovakia, keramik dan guci dari Dinasti Ming dan Ching. "Saya sangat suka Belanda, dan saya pikir jarang orang yang mengoleksi barang-barang khas Belanda," ujarnya.

Ada puluhan piring delf bertinta biru menghiasai dinding rumahnya, 30 jam antik yang berdetik. Enam nampan makanan, bahkan ada 30 strijkijzer yang sedang dikirim dari Belanda ke Indonesia. Rumahnya di Surabaya sempat disebut sebagai rumah piring, karena terdapat 350 piring delf yang menghiasinya.

Seorang dokter jam yang sering ia panggil untuk jasa servis jam mengatakan, harga sebuah jam itu bisa mencapai Rp 3,5 juta - Rp 4 juta di Indonesia. Di Belanda, ia membeli tak sampai € 50.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati