Investasi listrik EBT didorong di luar Jawa



JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong para pengusaha kelistrikan berinvestasi di energi baru dan terbarukan (EBT) di Luar Jawa. Sebab tarif listrik di Luar Jawa lebih tinggi dari Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik nasional.

Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM, Yunus Saifulhaq menyatakan, sesuai Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.12/2017 tentang Pemanfaatan EBT bagi Tenaga Listrik, harga jual listrik mengacu pada BPP itu. Dia yakin, aturan ini akan mendukung pengembangan 13 wilayah prioritas investasi listrik EBT. Hitungan kementerian ESDM, total potensi EBT di 13 wilayah tersebut mencapai sekitar 210 gigawatt (GW).

Yunus menyatakan, sebelum terbit Permen ESDM No.12/2017, ada 13 kesepakatan Power Purchase Agreement (PPA) yang diteken PLN dan IPP. Tarif yang disepakati masih di bawah tarif Permen ESDM tersebut.


Kini, sejumlah investor baru berminat investasi di listrik EBT dan mengikuti ketentuan tarif listrik EBT seperti dalam Permen ESDM No.12/2017. "Artinya, investasi EBT masih menarik, khususnya di daerah yang memiliki BPP di atas BPP Nasional," imbuh Yunus pada Senin (20/2).

Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM menyatakan, IPP harus mengoptimalkan pemanfaatan teknologi agar pembangkit listrik EBT bisa lebih efisien. "Di Kamboja sudah ada tandatangan kontrak 10 MW dengan harga jual listrik US$ 0,09 per kWh," ujar Jarman.

Sebagai catatan, Permen ESDM No.12/2017 itu menyebutkan harga jual listrik EBT ditetapkan sebesar 85% dari BPP. Penentuan harga jual itulah yang memicu protes Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI).

Ketua METI Surya Dharma menyatakan, aturan penentuan harga jual listrik tersebut tidak menarik minat investor meskipun BPP di Luar Jawa besar. "Pola penentuan harga EBT berdasarkan BPP tidak memiliki dasar hukum maupun dasar perhitungan yang ilmiah," ungkap dia kepada KONTAN, Senin (20/2).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini