Investasi listrik swasta terbuka lebar, tapi iklim investasi kurang kondusif



JAKARTA. Peluang pengembangan listrik oleh perusahaan swasta non-PLN di Indonesia masih terbuka lebar. Sebab dalam rencana umum pengembangan tenaga listrik PLN tahun 2010-2019, produsen listrik swasta diberi mandat untuk menghasilkan listrik sebanyak 30.000 MW.

Hanya saja, iklim investasi pengembangan listrik swasta masih kurang kondisif sehingga perusahaan swasta kurang progresif memanfatkan peluang tersebut. Berdasarkan catatan Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia, A.Santoso, dari 30.000 MW tersebut, saat ini baru 16% atau sekitar 4.718 Mw pengbangkit listrik swasta yang sudah beroperasi.

Sisanya, sebanyak 14% atau 4.481 Mw pembangkit swasta yang masih dalam proses konstruksi. Dan sebagian besar, yaitu 70% atau sekitar 20.000 Mw, masih dalam proses tender.


Dari pembangkit swasta yang sudah beroperasi dan sedang dalam proses konstruksi, kata Santoso, nilai investasi untuk tiap 1 Mw sekitar US$ 1,5 juta.

Santoso bilang, minat swasta untuk memproduski listrik sebenarnya sangat besar. Hanya saja masih terkendala oleh sejumlah hambatan. "Saya sudah minta, PLN perlu menempatkan kami sebagai mitra. Terus, peraturan-peraturan yang mendukung juga harus lebih sederhana, jangan terlalu birokratis. Pemda juga harus mendukung karena listrik ini sebagai pemicu perekonomian di daerah," tutur Santoso kepada KONTAN.

Kendala tersebut antara lain harga beli listrik yang ditawarkan oleh PLN kepada swasta masih rendah yaitu Rp 700-800/Kwh. "Harga tersebut kurang mendorong minat investor untuk berinvestasi," ujarnya.

Dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik tahun 2010-2029 disebutkan bahwa tambahan kebutuhan listrik di Indonesia mencapai 55.000 MW. Menurut Ketua Bidang Penunjang Ketenagalistrikan, Masyarakat Kelistrikan Indonesia Djuniarman Djulkifli sebelumnya, dari total tambahan tersebut, sebanyak 32.000 MW (57%) akan dibangun oleh PLN, sedangkan 23.500 Mw dibangun oleh produsen listrik swasta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Umar Idris