Investasi Nasabah Century Jadi Kasus Pidana, LPS Tidak Mau Menjamin



JAKARTA. Borok Bank Century dalam penjualan instrumen investasi mulai menggelinding ke ranah tindak pidana. Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) menetapkan tiga orang petinggi PT Antaboga Delta Sekuritas Indonesia sebagai tersangka. Tiga petinggi Antaboga itu adalah dua direksi, yakni Hendra Wiyono dan Anton Tantular, serta Komisaris Antaboga Hartawan Aluwi. Namun, polisi terlambat menahan ketiganya karena telanjur kabur. Anton adalah adik bungsu Robert Tantular, salah satu pemegang saham bank century. Direktur II Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigadir Jendral Edmon Ilyas berdalih.

"Kami baru mendapat informasi Rabu (3/12) malam. Begitu kami cari, mereka sudah tidak ada di rumahnya," katanya. Juru Bicara Polri, Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira menambahkan, upaya penangkapan ini baru berlangsung setelah ada pengaduan sejumlah nasabah Bank Century. Ketiga tersangka mestinya bisa terjerat pasal 372 dan 378 KUHP, soal pemalsuan dan penggelapan dengan hukuman maksimal empat tahun.

Namun, Jumat (4/12) malam polisi akhirnya menahan juga Otto Eduard Sitorus, Direktur Signature Capital Indonesia. Signature Capital terlibat dalam perkara ini karena sebagian dana nasabah Bank Century itu juga mengalir ke reksadana terbitan perusahaan ini. Cerita investasi bodong bermula ketika Antaboga menjual produk investasi lewat Bank Century serupa reksadana. Mereka menjanjikan imbal balik yang menarik.


Namun, ungkap Abubakar, uang itu tidak diinvestasikan tapi digelapkan. Abubakar lalu membeber sejumlah nasabah yang melapor ke polisi. Ada dua nasabah dari Bali dan tiga dari Medan, Sumatera Utara yang mengaku duitnya amblas Rp 23 miliar dan Rp 60 miliar. Masih ada lagi 60 orang nasabah di Kelapa Gading, Jakarta yang kehilangan duit Rp 150 miliar.

"Jumlah kerugian ini masih mungkin bertambah," kata Abu Bakar. Soalnya, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mengidentifikasi dana yang terhimpun antara Rp 1 triliun hingga Rp 1,5 triliun. Saat ini, Bapepam dan polisi sudah membekukan sejumlah aset dan dana tunai milik Antaboga. Kepala Bapepam-LK Ahmad Fuad Rahmany mengatakan, Antaboga ini masih terafiliasi dengan Bank Century.

Skema investasi Antaboga ini mengalihkan dana nasabah yang tersimpan di Bank Century ke instrumen investasi Antaboga. Yang pasti, ungkap Fuad, Antaboga mengeluarkan produk investasi berjuluk Investasi Dana Tetap Terproteksi tanpa izin Bapepam-LK. Toh, produk ini sudah beredar bebas sejak 2001. Fuad mengaku akan melihat posisi dana itu sekarang.

"Rekeningnya mungkin di Century. Tapi, apakah uangnya ada di sana? Saya mau lihat dulu," kata Fuad. Yang pasti, dana yang masuk ke produk ini tak akan mendapat jaminan pemerintah. Direktur Eksekutif Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) Firdaus Jaelani menyimpulkan produk itu bukan deposito dan juga bukan reksadana. "Itu semacam produk hedging," kata Firdaus. LPS juga menegaskan tak akan campur tangan. "Pemerintah tidak bisa menjamin. Itu tanggungjawab pemilik produk dan direksi serta pemilik bank century," kata Firdaus.

Aksi bank century menjual produk reksadana bodong ini tentu layak menjadi perkara hukum. Sebab, sejak 2006 bank tak boleh sembarangan berdagang reksadana. Bank harus memegang izin Wakil Agen Penjual Reksadana (WAPERD). bank century tak punya WAPERD. "Pemilik dan Direksi Bank Century patut dituntut sebab melanggar aturan tentang perbankan," kata Firdaus. Tapi, kasus ini juga membuat kita semakin bertanya-tanya. Kok bisa selama ini bank century bisa menjual produk bodong tanpa pengawasan?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie