KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Investasi di sektor energi dan mineral batu bara (minerba) belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Hingga kuartal 3 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi investasi hanya mencapai sebesar US$ 15,2 miliar. Realisasi tersebut baru 40,86% dari target investasi tahun ini yang ditetapkan US$ 37,2 miliar. Investasi tersebut terdiri dari investasi di sektor migas sebesar US$ 8 miliar. Realisasi investasi migas hingga kuartal 3 3018 baru mencapai 47,61% dari target tahun ini US$ 16,8 miliar. Untuk investasi di sektor ketenagalistrikan hingga akhir September 2018 sebesar US$ 4,8 miliar atau 39,34% dari target US$ 12,2 miliar. Realisasi investasi sektor minerba sebesar US$ 1,6 miliar atau 25,8% dari target US$ 6,2 miliar dan investasi sektor energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) sebesar US$ 800 juta atau 40% dari target US$ 2 miliar.
Menteri ESDM Ignasius Jonan menjelaskan khusus untuk investasi di hulu migas, realisasinya sangat dipengaruhi oleh harga minyak mentah dunia. Jumlah investasi di hulu migas saat ini, menurut Jonan dipicu dari tahun 2011-2012, dimana harga minyak mentah mencapai lebih dari USD 100 perbarel. "Kalau kita lihat tahun-tahun sebelumnya, itu dipicu dari tahun 2011-2012 di mana harga minyak mentah mencapai USD 100 per barel atau lebih. Akhirnya keputusan investasinya mengikuti. Refleksinya di tahun 2014-2015, begitu harga minyak turun di tahun 2016, dan 2017 naik lagi, kebutuhan investasinya mulai bangkit lagi, nantinya refleksinya di tahun 2019 atau 2020," ujar Jonan di Jakarta, Rabu (24/10). Jonan juga menyampaikan investasi besar, terutama eksplorasi, jika dilihat dari siklusnya, dilakukan di periode setelah harga minyak mengalami kenaikan. "Jadi ini tidak bisa, ini sering terlambat. Kalau lihat siklusnya itu semua investasi besar, eksplorasi terutama, itu dilakukan di periode di mana setelah harga minyak tinggi. Jadi karena tidak ada yang bisa memprediksi harga minyak berapa, ya kira-kira saja," kata Jonan. Investasi di sektor migas memang tergantung pada harga minyak mentah dunia, namun komitmen untuk eksplorasi migas sekarang sudah besar. Pemerintah pun, tambah Jonan, mendapatkan komitmen eksplorasi hingga US$ 2 miliar.
"Kalau migas, ya tergantung harga dunia, semata-mata ini kita tidak bisa kendalikan, terserah saja investasinya bagaimana. Namun, komitmen untuk eksplorasi sekarang sudah besar. Pemerintah mendapatkan komitmen eksplorasi dengan perpanjangan blok migas termasuk Blok Rokan dan blok lain kira-kira USD 2 miliar, ini seharusnya bisa digunakan untuk memicu eksplorasi," ujar Jonan. Selain sektor migas, Jonan juga menyampaikan bahwa angka investasi di sektor ketenagalistrikan menyesuaikan dengan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan listrik. "Listrik investasinya pasti turun, kalau diharapkan meningkat terus, itu membangun (pembangkit) berapa besar, kan tidak mungkin itu. Jadi listrik 35.000 megawatt tidak mungkin semua diinvestasikan sampai 2019, karena pertumbuhan ekonomi sebesar 5%. Kalau dulu waktu 35.000 MW harus selesai 5 tahun itu pertumbuhan ekonominya 7-8%," terang Jonan. Maka dari itu, lanjut Jonan, pembangunan pembangkit listrik yang termasuk dalam program 35.000 MW akan diteruskan hingga tahun 2024-2025. "Penggunaan listrik rata-rata setiap daerah sekitar 1,5 kali pertumbuhan ekonomi. Kalau misalnya pertumbuhan ekonomi 7% ya penggunaan listrik 10,5%, kalau (pertumbuhan ekonomi) 8% ya (penggunaan listrik) 12%, tetapi kalau pertumbuhan ekonomi 5% maksimum penggunaan listrik 7,5%. Kalau dibandingkan beda 3%, itu besar sekali. Kalau kapasitas terpasang 60 gigawatt, 3% itu 1.800 MW, besar sekali. Jadi ini kita geser sampai 2024 2025, jadi makanya setelah ini akan flat," pungkas Jonan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .