KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Emiten minyak dan gas (migas) tertekan prospek permintaan lesu di pasar global. Di sisi lain, upaya pemerintah Indonesia mendorong gairah investasi di sektor migas diharapkan mendukung kinerja perusahaan migas lokal. Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta melihat, kinerja emiten migas dapat didukung oleh performa harga minyak dan gas global. Adapun harga migas global saat ini tengah naik seiring adanya permintaan meningkat di saat tingkat suplai yang terbatas. Mengutip Tradingeconomics, per 10 Januari 2025, harga minyak mentah WTI ditutup menguat 3,53% secara mingguan dan 8,93% secara bulanan di posisi US$ 76,570 per barel. Sedangkan, harga minyak mentah Brent menguat 4,25% secara mingguan dan 8,49% secara bulanan di posisi US$ 79,76 per barel.
Sementara itu, harga gas alam US berada di posisi US$ 3.9890 per Mmbtu. Harga gas alam AS melesat 18.95% secara mingguan dan 18.09% secara bulanan. Dari domestik, Nafan menilai, emiten migas didukung komitmen pemerintah meningkatkan investasi sektor migas seperti revisi skema gross split yakni skema bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas dan insentif tambahan untuk ladang migas non-konvensional. Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Pilihan dan Proyeksi IHSG untuk Hari Ini (13/1) ‘’Tujuan (investasi sektor migas) ini untuk mendorong kinerja emiten-emiten basis migas menjalankan bisnis secara efektif,’’ kata Nafan saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (12/1). Sementara itu, Direktur Reliance Sekuritas Reza Priyambada mengatakan, kinerja emiten migas memang tergantung dari seberapa besar volume jual gas ke sejumlah konsumennya dan harga gas tersebut, serta harga kontrak terhadap konsumen mereka. Pergerakan harga gas pun tergantung dari sentimen dan cenderung fluktuatif terutama dari kondisi global. Upaya pemerintah untuk meningkatkan investasi di sektor migas melalui serangkaian kebijakan diharapkan dapat mempercepat hilirisasi dan membantu pelaku usaha. Dukungan tersebut diharapkan berdampak pada kinerja emiten migas, serta tidak membebani pelaku usaha yang pada akhirnya dibebankan ke konsumennya. ‘’Menurut saya, kinerja emiten migas sepanjang 2024, masih baik meski dari sisi pertumbuhan tidak terlalu signifikan,’’ ujar Reza kepada Kontan.co.id, Minggu (12/1). Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan memprediksi bahwa adanya tekanan harga saham migas terutama di bawah cakupan (PGAS, MEDC, AKRA, RAJA) yang berkelanjutan pada kuartal IV-2024 dan tahun 2025. Hal itu karena OPEC+ memangkas prospek permintaan Tiongkok menjadi 310 Mbopb dari 410 Mbopd, serta peningkatan produksi AS. Samuel Sekuritas mempertahankan perkiraan minyak akibat sentimen global tersebut di posisi US$ 75 per barel, lebih rendah dari rata-rata tahun 2024 sebesar 80 per barel. Namun meskipun ada tantangan eksternal, katalis domestik berpotensi meningkatkan pendapatan perusahaan migas lokal. Investasi dari hulu minyak dan gas di Indonesia tumbuh 17.9% YoY menjadi US$ 920 juta didorong oleh revitalisasi blok untuk memenuhi permintaan ekspor. Investasi pemerintah diproyeksi akan meningkat lebih lanjut untuk mencapai target produksi 2025 sebesar 1,6 mmbopd. ‘’Kami mempertahankan panggilan Netral untuk sektor migas, lebih menyukai saham yang dinilai rendah dengan potensi pertumbuhan dan eksposur gas yang kuat, yang menawarkan volatilitas rendah dan margin tinggi,’’ tulis Farras dalam riset 6 Desember 2024. Baca Juga: Ada INDF dan PGAS, Cermati Saham yang Banyak Dikoleksi Asing Selama Sepekan Berikut rekomendasi saham emiten sektor migas dari berbagai analis. Simak ulasannya. 1. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) PGAS akan mendapatkan dorongan positif dari potensi dicabutnya Kebijakan subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT). Sejauh ini, masih belum pasti apakah pemerintah akan mengakhiri kebijakan program gas murah melalui HGBT secara menyeluruh atau ada kemungkinan penerapan parsial. Bila HGBT berakhir, pelanggan lama yang berhak atas harga HGBT sekitar US$ 6-7 per mmbtu, sekarang harus membeli gas pipa dengan harga normal yakni US$9-10 per mmbtu. Dan jika mereka meminta kuota tambahan di atas kuota yang ditetapkan, pelanggan tersebut bahkan mungkin harus membayar hingga US$16-17 per mmbtu dengan membeli LNG. Dampak potensial bagi PGAS adanya distribusi gas dijual dengan harga Non-HGBT atau normal yaitu spread distribusi gas meningkat yang berefek pada pertumbuhan laba bersih. Namun masih perlu diantisipasi HGBT berlaku kembali. Selain itu, PGAS tetap menarik sebagai opsi defensif di tengah lingkungan dolar yang lebih kuat dan Rupiah yang lebih lemah dengan imbal hasil dividen hingga sekitar 8%.
- Rekomendasi : Hold
- Target Harga : Rp 1.500
- Rekomendasi : Buy
- Target Harga : Rp 610
- Rekomendasi: Buy
- Target Harga: Rp 1.700
ELSA Chart by TradingView
- Rekomendasi : Buy
- Target Harga : Rp 650
- Rekomendasi : Buy
- Target Harga : Rp 1.600