KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Investasi smelter nikel di Indonesia semakin ramai dari tahun ke tahun. Namun sayang, menurut laporan The Prakarsa, besarnya Penamaman Modal Asing (PMA) di Indonesia belum sejalan dengan penurunan kemiskinan dan pengangguran di daerah.
Sustainable Development Policy Research and Program Assistant di The Prakarsa, Ricko Nurmansyah menyatakan investasi smelter nikel di Indonesia berpusat di dua wilayah yakni Sulawesi dan Maluku.
Maklum, kedua wilayah ini menyimpan cadangan nikel terbesar di Indonesia.
Baca Juga: Menakar Prospek Emiten Tambang Logam pada 2024 dan Rekomendasi Analis Melansir Booklet Nikel 2020 Kementerian ESDM, cadangan nikel sebagian besar 90% tersebar di Sulawesi 2,6 miliar ton bijih, dan Maluku Utara 1,4 miliar ton bijih.
“Investasi terbesar ada di Sulawesi Tengah di mana total akumulasi investasi dari 2017 sampai 2022 mencapai US$ 16 miliar,” ujarnya dalam paparan hasil laporan “Mempertanyakan Komitmen Bank dalam Pembiayaan Transisi Energi yang Berkeadilan: Studi Kasus Eksploitasi Nikel di Indonesia” yang disaksikan virtual, Selasa (9/1).
Melansir paparan materinya, realisasi investasi di hulu hingga smelter nikal di Sulawesi Tengah terus naik dari tahun ke tahun di mana pada 2017 senilai US$ 1,54 miliar kemudian menjadi US$ 7,48 miliar di 2022.
Penanaman Modal Asing (PMA) di sektor tambang dan smelter nikel sudah cukup
linear dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Hanya saja tidak diikuti penurunan yang signifikan pada kemiskinan dan pengangguran di daerah secara signifikan.
Sebagai gambaran, pada 2021-2022 PDRB Sulawesi Tengah naik 3,47%. Namun kemiskinan di periode tersebut hanya turun 0,88% dan pengangguran hanya turun 0,75%.
Kepala Departemen Kampanye dan Pendidikan Publik TuK Indonesia, Abdul Haris menjelaskan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Tengah dan Maluku jauh lebih besar dibandingkan rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Harga Nikel Diramal Turun Lagi, Emas Justru Diprediksi Cetak Angka Tertinggi di 2024 “Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah 16,49% dan Maluku Utara 23,89%. Eksploitasi sumber daya alam nikel di dua wilayah ini sebagai penyumbang ekonomi paling besar,” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Namun, kalau dilihat lebih jauh, Abdul mengutip data Badan Pusat Statistika (BPS), dua wilayah tersebut justru masuk ke dalam 10 besar tingkat kemiskinan tertinggi.
“Sulawesi Tengah tingkat kemiskinannya di atas 10% dan Maluku Utara 8%,” ujarnya.
Menurutnya, hal ini membuktikan, hingga saat ini tidak ada korelasi langsung antara aktivitas makro seperti investasi nikel dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah, khususnya bagi yang tinggal di pedesaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .