JAKARTA. Niat berinvestasi secara disiplin sudah muncul sejak Rukmi Proborini, Direktur PT Bahana TCW Investment Management, mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Saat itu, Rukmi melihat orangtuanya belum siap secara finansial untuk memasuki masa pensiun.Tak ingin terlambat seperti orangtuanya, Rukmi mulai menabung secara disiplin. "Saya tidak ingin pensiun dengan uang yang pas-pasan," ujar Rukmi.Dia percaya, penghasilan dan kesejahteraan di masa depan harus disiapkan jauh-jauh hari. Selanjutnya, Rukmi menjajal investasi emas, dari emas perhiasan menjadi emas batangan. Setelah memiliki penghasilan yang lebih mapan, Rukmi baru berinvestasi properti.Investasi di properti dimulai dengan membeli rumah kecil di pinggir kota, lalu menjualnya beberapa tahun kemudian. Investasi itu terus berlanjut hingga kini. Rukmi tak hanya membeli bangunan rumah, tetapi juga tanah. Latar belakang pendidikannya di bidang arsitektur sangat membantu Rukmi memahami bidang properti.Setelah menamatkan pendidikan di Jurusan Arsitektur Universitas Trisakti pada tahun 1988, ia melanjutkan pendidikannya di bidang keuangan di Universitas Edinburgh Inggris pada 1995. Pengetahuannya di bidang keuangan pun makin berkembang. Maka, saat pasar modal Indonesia mulai booming, Rukmi menjajal saham."Ketika masih muda, saya banyak mencoba beberapa instrumen investasi. Tetapi tentunya pada produk yang saya pahami," kenang dia. Dalam berinvestasi, ia pantang memilih produk yang tak dipahami secara utuh. Tujuannya adalah untuk meminimalkan risiko.Kini, Rukmi sudah tak berinvestasi saham secara langsung. Ia memilih untuk mempercayakan portofolionya dikelola oleh manajer investasi dalam produk reksadana. Ia menyeimbangkan isi portofolionya dengan produk jangka pendek, menengah, dan panjang.Rukmi mengaku sebagai investor tipe moderat cenderung agresif, ia menempatkan dana investasinya di emas, reksadana, dan properti. Dari seluruh produk itu, emas merupakan produk yang paling likuid, namun bisa memberikan return di atas inflasi. "Sangat perlu memiliki investasi yang likuid untuk dana emergency," jelas dia.Nah, dalam berinvestasi di reksadana saham, Rukmi menetapkan batas return yang ingin dicapai. Ia mengibaratkan reksadana adalah pohon. Jika pohon itu sudah berbuah masak, ia akan memetik buahnya saja, bukan pohonnya. Artinya, Rukmi hanya merealisasikan gain jika targetnya sudah tercapai. Selain reksadana, ia juga kerap berinvestasi di Obligasi Negara Ritel dan Sukuk Ritel.Memahami risikoSelama 20 tahun berinvestasi, ada beberapa poin penting yang dipelajari Rukmi. Menurutnya, tak ada investasi yang kilat. Semakin lama tenor investasi, risiko bisa diperkecil. Selain itu, investasi tak memiliki hubungan dengan IQ tinggi. "Artinya, investasi itu mengontrol emosi. Kalau serakah, biasanya gagal," kata Rukmi.Lalu, dalam berinvestasi, investor harus bisa mengontrol risiko dengan pengetahuan sehingga bisa selalu tahu apa yang harus dilakukan pada portofolionya.Yang tak kalah penting, lanjut Rukmi, adalah mempelajari perbedaan antara harga dan nilai. Harga ialah apa yang kita bayar, sementara nilai adalah apa yang kita dapatkan di kemudian hari.Rukmi mencontohkan, saat dirinya membeli properti. Properti yang harganya mahal di lokasi yang bagus akan setara dengan nilai yang akan ia dapatkan di masa depan. Selain itu, diversifikasi portofolio penting untuk menyebar risiko. Namun, karena investasi Rukmi dalam jangka panjang, ia tak selalu melakukan rebalancing.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Investasi untuk menyiapkan pensiun
JAKARTA. Niat berinvestasi secara disiplin sudah muncul sejak Rukmi Proborini, Direktur PT Bahana TCW Investment Management, mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Saat itu, Rukmi melihat orangtuanya belum siap secara finansial untuk memasuki masa pensiun.Tak ingin terlambat seperti orangtuanya, Rukmi mulai menabung secara disiplin. "Saya tidak ingin pensiun dengan uang yang pas-pasan," ujar Rukmi.Dia percaya, penghasilan dan kesejahteraan di masa depan harus disiapkan jauh-jauh hari. Selanjutnya, Rukmi menjajal investasi emas, dari emas perhiasan menjadi emas batangan. Setelah memiliki penghasilan yang lebih mapan, Rukmi baru berinvestasi properti.Investasi di properti dimulai dengan membeli rumah kecil di pinggir kota, lalu menjualnya beberapa tahun kemudian. Investasi itu terus berlanjut hingga kini. Rukmi tak hanya membeli bangunan rumah, tetapi juga tanah. Latar belakang pendidikannya di bidang arsitektur sangat membantu Rukmi memahami bidang properti.Setelah menamatkan pendidikan di Jurusan Arsitektur Universitas Trisakti pada tahun 1988, ia melanjutkan pendidikannya di bidang keuangan di Universitas Edinburgh Inggris pada 1995. Pengetahuannya di bidang keuangan pun makin berkembang. Maka, saat pasar modal Indonesia mulai booming, Rukmi menjajal saham."Ketika masih muda, saya banyak mencoba beberapa instrumen investasi. Tetapi tentunya pada produk yang saya pahami," kenang dia. Dalam berinvestasi, ia pantang memilih produk yang tak dipahami secara utuh. Tujuannya adalah untuk meminimalkan risiko.Kini, Rukmi sudah tak berinvestasi saham secara langsung. Ia memilih untuk mempercayakan portofolionya dikelola oleh manajer investasi dalam produk reksadana. Ia menyeimbangkan isi portofolionya dengan produk jangka pendek, menengah, dan panjang.Rukmi mengaku sebagai investor tipe moderat cenderung agresif, ia menempatkan dana investasinya di emas, reksadana, dan properti. Dari seluruh produk itu, emas merupakan produk yang paling likuid, namun bisa memberikan return di atas inflasi. "Sangat perlu memiliki investasi yang likuid untuk dana emergency," jelas dia.Nah, dalam berinvestasi di reksadana saham, Rukmi menetapkan batas return yang ingin dicapai. Ia mengibaratkan reksadana adalah pohon. Jika pohon itu sudah berbuah masak, ia akan memetik buahnya saja, bukan pohonnya. Artinya, Rukmi hanya merealisasikan gain jika targetnya sudah tercapai. Selain reksadana, ia juga kerap berinvestasi di Obligasi Negara Ritel dan Sukuk Ritel.Memahami risikoSelama 20 tahun berinvestasi, ada beberapa poin penting yang dipelajari Rukmi. Menurutnya, tak ada investasi yang kilat. Semakin lama tenor investasi, risiko bisa diperkecil. Selain itu, investasi tak memiliki hubungan dengan IQ tinggi. "Artinya, investasi itu mengontrol emosi. Kalau serakah, biasanya gagal," kata Rukmi.Lalu, dalam berinvestasi, investor harus bisa mengontrol risiko dengan pengetahuan sehingga bisa selalu tahu apa yang harus dilakukan pada portofolionya.Yang tak kalah penting, lanjut Rukmi, adalah mempelajari perbedaan antara harga dan nilai. Harga ialah apa yang kita bayar, sementara nilai adalah apa yang kita dapatkan di kemudian hari.Rukmi mencontohkan, saat dirinya membeli properti. Properti yang harganya mahal di lokasi yang bagus akan setara dengan nilai yang akan ia dapatkan di masa depan. Selain itu, diversifikasi portofolio penting untuk menyebar risiko. Namun, karena investasi Rukmi dalam jangka panjang, ia tak selalu melakukan rebalancing.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News